kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,94   -29,79   -3.09%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penurunan produksi beras nasional secara berturut-turut mengkhawatirkan


Selasa, 04 Februari 2020 / 19:42 WIB
Penurunan produksi beras nasional secara berturut-turut mengkhawatirkan


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras Indonesia di 2019 menurun sebesar 7,75% dibandingkan 2018 atau dari 33,94 juta ton menjadi 31,31 juta ton. Penuruan produksi beras secara berturut-turut ini patut diwaspadai karena akan berisiko membuat Indonesia tergantung pada impor.

Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, selama tiga tahun terakhir, produksi beras selalu mengalami penurunan, dimulai dari  tahun 2016 ke tahun 2017. Kemudian dari tahun 2017 produksi padi juga turun pada 2018. Demikian juga produksi pada 2018 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019.

Baca Juga: Luas panen menyusut, BPS catat produksi beras turun menjadi 31,31 juta ton pada 2019 

"Sudah bisa dibayangkan ke depan, ketergantungan impor ini akan cukup tinggi," ujar Dwi saat dihubungi, Selasa (4/2).

Menurut Dwi, penurunan produksi di 2019 lebih tinggi dibandingkan proyeksinya selama ini. "Ini lebih besar dari perkiraan saya. Saya perkirakan penurunannya sekitar 2 juta ton, tetapi yang terjadi penurunannya 2,6 juta ton setara beras. Saya kira tren ini harus diwaspadai betul oleh pemerintah," tambah Dwi.

BPS melaporkan, sepanjang 2019 tercatat surplus beras sebesar 1,53 juta ton. Meski begitu, Dwi mengingatkan bahwa surplus tersebut terjadi sepanjang 2019. Dia menerangkan, ada wilayah yang mencatat surplus, tetapi ada juga wilayah yang mencatat defisit.

Baca Juga: Data produksi beras dirilis, Menko Luhut minta tidak ada perdebatan soal impor

Sehingga untuk memenuhi kebutuhan di wilayah yang defisit, dibutuhkan bantuan transportasi.

Menurut Dwi, surplus sebesar 1,5 juta ton tersebut tergolong terbatas. Dia berpendapat, angka surplus yang aman seharusnya sekitar 3 juta -5 juta ton. Dia menyebut, surplus beras di tahun lalu terbantu stok beras Bulog yang sebesar 1,8 juta ton.

Dwi memproyeksi, produksi beras di 2020 tidak akan jauh berbeda dari 2019. Menurutnya, bila terjadi kenaikan atau penurunan, jumlahnya tidak akan signifikan.

Baca Juga: BI sebut inflasi Januari 2020 yang sebesar 0,39% relatif terkendali

Namun, Dwi pun mewanti-wanti adanya pergeseran pola konsumsi dari beras menjadi gandum. Menurutnya, pergeseran konsumsi ini perlu diwaspadai mengingat Indonesia bukan produsen gandum. Dia juga memperkirakan konsumsi gandum di Indonesia sudah mencapai 26% dari total konsumsi pokok.

"Kalau naik menjadi 50% itu sudah gawat, memang akhirnya beras cukup terus. Panen beras menurun tidak masalah, tetapi swasembadanya karena tergantikan oleh gandum," tandas Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×