Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang ditargetkan mencapai 1,3 juta ton hingga akhir tahun dinilai tersendat oleh berbagai faktor, mulai dari kesiapan distribusi, digitalisasi, hingga infrastruktur pendukung.
Per Rabu (20/8/2025) pagi ini, penyaluran beras SPHP baru mencapai 45.000 ton atau setara dengan 3,46% dari target penyaluran 1,3 juta ton hingga akhir tahun. Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian menilai ada sejumlah hal yang menyebabkan lambatnya penyaluran.
Utamanya adalah akibat faktor digitalisasi distribusi. Menurut Eliza, aturan yang mewajibkan penyalur melakukan proses administrasi melalui aplikasi menjadi hambatan tersendiri bagi kalangan masyarakat tertentu.
Baca Juga: Bapanas dan Bulog Pastikan Sebanyak 45 Ribu Ton Beras SPHP Sudah Disalurkan
“Belum semua pengecer itu siap. Digitalisasi yang dipaksakan di semua lini dengan waktu yang singkat bisa menjadi boomerang, apalagi di daerah pedesaan yang akses teknologi dan literasi digital masih terbatas,” jelas Eliza kepada Kontan, Rabu (20/8/2025).
Dengan kondisi penyalur di pasar tradisional yang belum banyak menggunakan smartphone, menurutnya wajar saja jika penyaluran beras SPHP belum maksimal.
Maka dari itu, proses digitalisasi tersebut perlu dilakukan secara bertahap. Ia bilang pemerintah dapat mempertimbangkan pendekatan hybrid, dengan monitoring pusat dilakukan secara digital, sementara di level masyarakat menengah ke bawah dilakukan secara manual dengan pengawasan dan pendampingan dari petugas terkait.
Baca Juga: Celios : Kelangkaan Beras Premium Akibat Distribusi SPHP yang Longgar
Terkait faktor ini, Eliza bilang ada juga opsi diversifikasi kanal, yakni penyaluran melalui pasar tradisional dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) tanpa wajib aplikasi.
Sembari menerapkan skema tersebut, Eliza bilang pemerintah juga perlu masif melakukan sosialisasi.
“Sosialisasi tak cukup hanya sekali, tapi berkala dengan workshop sederhana untuk pedagang, termasuk bantuan perangkat murah. Plus, perlu dibuat mekanisme laporan mudah via hotline atau aplikasi sederhana untuk masyarakat melakukan laporan selagi sistem terus diperbaiki,” tandasnya.
Selanjutnya: Permintaan Minyak Melemah, Sinopec Catat Kerugian Rp 1,03 Triliun di Semester I
Menarik Dibaca: BMKG Catat Gempa Terkini Magnitudo 4,9 di Bekasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News