Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengatakan, penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor mempertimbangkan tren positif harga CPO juga untuk keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional.
"Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," ujar Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurachman dalam keterangan tertulis, Jumat (4/12).
Menurutnya, pemerintah terus berkomitmen untuk melanjutkan program B30 untuk mendukung target bauran energi Indonesia sebesar 23% di tahun 2025.
Baca Juga: Berlaku 10 Desember, pungutan ekspor CPO berlaku progresif, ini rincian lengkapnya
Ditargetkan, program B30 yang dijalankan tahun 2021 bisa menyalurkan biodiesel sebesar 9,2 juta kiloliter. Dengan program ini pun, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan atas pasar ekspor.
"Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui program mandatory B30, diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga CPO yang akhirnya akan memberikan dampak positif pada harga Tandan Buah Segar di tingkat petani," jelas Eddy.
Dia pun memastikan pemerintah terus mendukung hilirisasi produk kelapa sawit, baik untuk sektor industri maupun pada skala kecil di tingkat petani.
Tak hanya itu, komitmen untuk melakukan peremajaan kelapa sawit rakyat pun terus dilakukan. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan meningkatkan produksi kelapa sawit.
BPDPKS pun mengalokasikan anggaran untuk peremajaan ini. Biaya peremajaan ini sebesar Rp 30 juta per ha, dimana target peremajaan ini sebesar 180.000 ha per tahunnya.
Baca Juga: Imbas pandemi Covid-19, Aprobi: Permintaan biodiesel turun hingga 12%
Dia juga mengatakan upaya peningkatan kesejahteraan petani dilakukan dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), pemberian beasiswa bagi anak-anak dan keluarga petani kelapa sawit, pelatihan bagi petani dan masyarakat umum.
"Program pengembangan SDM yang diberikan terutama terkait program pengembangan Good Agricultural Practice (GAP) dan penunjang keberlanjutan (sustainability) usaha/industri sawit," jelasnya.
Lebih lanjut, Eddy juga mengatakan adanya penyesuaian tarif ini, BPDPKS akan terus meningkatkan layanan yang dimiliki. Apalagi, dengan penyesuaian tarif pungutan, dana yang dikelola BPDPKS turut bertambah.
Adapun, dengan PMK terbaru ini, besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Baca Juga: Sejumlah komoditas bersinar pekan ini, simak rekomendasi saham dari Mirae Asset
Mengutip dari PMK, pungutan ekspor CPO sebesar US$ 55 per ton bila harganya di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton. Pungutan ekspor akan dikenakan US$ 60 per tpn bila harga CPO di atas US$ 670 per ton hingga US$ 695 per ton. Lalu, pungutan CPO akan menjadi US$ 75 per ton bila harga di atas US$ 695 hingga 720 per ton.
Pungutan CPO akan kembali aik sebesar US$ 15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar US$ 25 per ton. Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020.
Selanjutnya: Tarif bea keluar CPO bakal naik tahun depan, simak efeknya menurut analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News