kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Peraturan teknis tentang moratorium kelapa sawit diharapkan segera dirilis


Kamis, 08 Agustus 2019 / 18:09 WIB
Peraturan teknis tentang moratorium kelapa sawit diharapkan segera dirilis


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diharapkan segera mengeluarkan peraturan teknis pelaksanaan untuk mendukung Instruksi Presiden No. 8/2018 tentang moratorium izin baru perkebunan kelapa sawit, yang selama ini dianggap multi interpretasi. 

Praktisi hukum perkebunan dari Dentons HPRP Maurice Situmorang menilai bahwa moratorium sawit yang ditetapkan pemerintah, selain memfasilitasi survei produksi sawit nasional, juga dalam rangka merangkul keinginan Uni Eropa untuk memastikan bahwa produksi sawit dalam negeri sustainable

Namun ia menekankan bahwa instruksi presiden ini tidak dilengkapi dengan peraturan pelaksanaan teknis yang memadai, hingga menyebabkan ketidakpastian diantara para pelaku industri.

Baca Juga: Selama Juli, hanya CPO yang alami kenaikan transaksi di ICDX

“Peraturan ini juga dapat menjadi amunisi pemerintah melawan langkah Uni Eropa yang berusaha membatasi impor minyak kelapa sawit dari Indonesia,” kata Maurice dalam keterangan, Kamis (8/8). 

Petunjuk pelaksanaan yang jelas bagi pelaku Industri dapat menunjukkan kepada Uni Eropa bahwa produksi Sawit Indonesia adalah sustainable.  

“Memang dari segi volume pasar Eropa tidak sebesar pasar Tiongkok atau India, namun jika kita berbicara mengenai market, kita tidak hanya mau menjual produk ke India dan Tiongkok saja. Kita mau hasil produksi kelapa sawit Indonesia dapat dipasarkan ke seluruh negara tanpa ada perbedaan atau diskriminasi ” ujar Maurice. 

Baca Juga: Jokowi akan bahas diskriminasi sawit dengan PM Malaysia

Pemerintah Indonesia pada saat ini tengah berupaya menuntut Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO) atas tindakannya merancang kebijakan bertajuk Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II yang diajukan oleh Komisi Eropa pada 13 Maret 2019. 

Kebijakan ini mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sebagai produk yang tidak berkelanjutan dan memiliki resiko tinggi. 

Kebijakan ini berpotensi menghambat masuknya CPO dari Indonesia ke Eropa. Selain itu, Uni Eropa juga menerapkan Bea Masuk Imbalan Sementara (BMIS) terhadap impor biodiesel dari Indonesia terkait dugaan subsidi pada produk sawit. Besarannya berkisar antara 8%-18% dan dijadwalkan mulai berlaku 6 September 2019.

Baca Juga: Kemenko Perekonomian berharap Perpres tentang ISPO segera terbit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×