kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perbedaan hitungan kadar nikel dalam jual beli bisa diselesaikan lewat pihak ketiga


Selasa, 05 Oktober 2021 / 16:43 WIB
Perbedaan hitungan kadar nikel dalam jual beli bisa diselesaikan lewat pihak ketiga
ILUSTRASI. Nikel. REUTERS/Yusuf Ahmad/File Photo


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbedaan tafsir hitungan kadar nikel oleh surveyor di pelabuhan muat dan surveyor di pelabuhan bongkar dalam transaksi jual-beli bijih nikel menjadi persoalan yang kerap membayangi para pengusaha tambang nikel.  Kehadiran pihak ketiga sebagai wasit dinilai menjadi penting untuk membuat transaksi jual-beli nikel agar lebih adil.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai, perbedaan hasil survey dari 2 lembaga survei yang berbeda sangat mungkin terjadi dikarenakan sejumlah hal. Beberapa faktor di antaranya seperti teknik pengambilan sampel bijih, incremental jumlah sampel yang diambil, teknik preparasi bijih, metode pengukuran, alat pengukuran yang digunakan, serta kalibrasi dari alat yang dipakai. 

Untuk menghindari perbedaan hasil pengukuran yang terlalu besar,  pihak penjual dan pembeli menurut Rizal perlu menyepakati dan memuat ambang batas atau threshold  perbedaan selisih volume dan kadar nikel dalam klausul kontrak. 

Jika threshold ini terlewati, maka kedua belah pihak telah menyepakati mekanisme klarifikasi atau verifikasi oleh pihak ketiga yang independen dan menunjuk pihak ketiga yang disepakati bersama. Selanjutnya, hasil akhir pengukuran oleh pihak ketiga tersebut dijadikan sebagai acuan. Sebaliknya, jika perbedaan hasil pengukuran yang ada sangat kecil dan tidak melewati threshold yang telah disepakati, maka perbedaan tersebut bisa diabaikan.

Baca Juga: Begini harapan pelaku usaha dalam pengembangan hilirisasi batubara

“Jika tidak ada mekanisme tersebut, maka seyogyanya, salah satu pihak tidak bisa mengklaim bahwa hasil pengukuran yang mereka lakukan, sebagai hasil yang paling benar,” kata Rizal kepada Kontan.co.id, Selasa (5/10).

Lebih lanjut, Rizal mengatakan bahwa surveyor independen yang ditunjuk haruslah tenaga surveyor yang disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi dan diakreditasi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Dengan demikian, pekerjaan yang dilakukan sesuai standar yang telah diakui.

“Dispute tersebut harus ditengahi oleh pemerintah dengan menunjuk surveyor yang independen yang diakui oleh pemerintah untuk melakukan verifikasi atas hasil pengukuran yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

Untuk diketahui, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Tahun Nomor 11 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara (minerba) sudah mengatur soal mekanisme penunjukan pihak dalam transaksi penjualan minerba. 




TERBARU

[X]
×