Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara kembali menguat. Data Bloomberg menunjukkan, harga batubara ICE Newcastle untuk kontrak November 2023 mencapai US$ 171 per ton pada Selasa (19/9). Angka tersebut merupakan angka tertinggi di tengah tren penguatan harga batubara, setidaknya sejak Juli 2023 lalu.
Boleh jadi, kenaikan tersebut berkorelasi dengan permintaan batubara di Tiongkok. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, permintaan impor batubara dari Tiongkok berpeluang naik tahun ini.
Informasi yang ia dapat dalam China Coal Summit di Kota Nanning, China, 6-8 September 2023 lalu, total impor batubara Tiongkok di 2023 diperkirakan sebesar 360 juta metrk ton (MT). Angka tersebut naik 50% secara tahunan atau year-on-year (YoY) dibandingkan tahun 2022.
“Jadi diproyeksikan ada peningkatan demand dari Tiongkok di kuartal III-IV, yang mana diperkirakan per Agustus - Desember total impor termal coal Tiongkok 151 juta ton,” ujar Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (20/9).
Baca Juga: Kementerian ESDM Godok Aturan Penetapan Harga Biomassa, Begini Bocorannya
Menurut perkiraan, total impor batubara Tiongkok dari RI bisa mencapai 220 juta ton atau setara 61% dari total impor batubara Tiongkok. Dengan kondisi yang demikian, bukan tidak mungkin ekspor batubara RI ke Tiongkok tembus 700 juta ton tahun ini, melampaui target produksi nasional tahun 2023 yang ditetapkan pemerintah sebesar 694,50 juta ton.
Kendati demikian, Hendra mengaku tidak memiliki informasi seputar pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di kalangan perusahaan batubara.
“Kami enggak punya data berapa banyak perusahaan yang mengajukan revisi RKAB,” tuturnya.
Tren kenaikan permintaan batubara dari Tiongkok juga dijumpai oleh PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
“Saat ini kami melihat adanya kenaikan demand batubara dari China dan diharapkan bertahan sampai dengan akhir tahun,” ujar Direktur Komunikasi Korporat & Hubungan Investor ITMG, Yulius Gozali, saat dihubungi Kontan.co.id (20/9).
Itulah sebabnya, ITMG berencana menaikkan volume penjualan batubara dan merevisi rencana produksinya tahun ini. Hanya, Yulius mengaku belum bisa mengungkapkan berapa kenaikan volume penjualan yang dibidik.
Baca Juga: Integrasi Kapasitas Energi Terbarukan Lebih Besar Dinilai Memerlukan Reformasi Sistem
“Saat ini masih dalam tahap diskusi internal,” terangnya.
Sementara revisi masih dalam proses, ITMG masih mengacu pada rencana semula. Targetnya, volume penjualan batubara ITMG bisa mencapai sekitar 21,5 juta ton - 22,2 juta ton tahun ini. Angka tersebut melampaui realisasi volume penjualan ITMG tahun 2022 lalu yang berjumlah 18,9 juta ton.
ITMG bukan satu-satunya perusahaan batubara besar yang mengajukan permohonan revisi RKAB tahun ini. PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) juga diketahui tengah menanti hasil evaluasi permohonan revisi RKAB yang perusahaan ajukan.
“Revisi kami belum selesai, kabarnya kan pakai E-Rkab, diharapkan akhir bulan bisa beres,” kata Sekretaris Perusahaan GEMS, Sudin Sudiman, kepada Kontan.co.id (20/9).
Belum ketahuan, berapa persisnya rencana perubahan volume produksi batubara yang dimohonkan GEMS dalam pengajuan tersebut. Dalam RKAB yang telah disetujui sebelumnya, GEMS sudah mengantongi restu dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memproduksi 40,3 juta ton.
Secara terperinci, rencana produksi konsolidasi tersebut berasal dari rencana produksi Borneo Indobara (BIB) 36 juta ton, Bara Sentosa Lestari (BSL) 2 juta ton, dan PT Kuansing Inti Makmur (KIM) 2,3 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News