kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.871.000   -20.000   -1,06%
  • USD/IDR 16.445   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.107   66,36   0,94%
  • KOMPAS100 1.034   12,73   1,25%
  • LQ45 806   9,73   1,22%
  • ISSI 223   1,91   0,86%
  • IDX30 421   5,94   1,43%
  • IDXHIDIV20 502   10,81   2,20%
  • IDX80 116   1,41   1,23%
  • IDXV30 120   2,66   2,27%
  • IDXQ30 138   2,04   1,50%

Permintaan Kaca Patri Menyusut


Senin, 29 Juni 2009 / 15:02 WIB


Sumber: KONTAN |

JAKARTA. Permintaan kerajinan kaca hias seperti kaca patri, belakangan menyusut berkurang. Pasalnya, harga jualnya termasuk mahal. Sementara, daya beli konsumen sedang anjlok lantaran kena imbas krisis. Karena bukan produk primer, konsumen pun beralih ke kaca polos yang harganya lebih murah.

Setidaknya ada dua penyebab tingginya harga kaca patri. Pertama, harga bahan bakunya berkali-kali mengalami kenaikan dalam dua tahun terakhir. Kedua, proses pengerjaan produk ini memang lumayan rumit dan butuh waktu cukup lama. Lantaran tak bisa diproduksi secara massal, ongkos pembuatan kaca patri sulit ditekan.

Kaca patri atau stained glass memang merupakan kerajinan yang pembuatannya membutuhkan kecermatan. Perajin harus merakit kepingan-kepingan kaca warna menjadi suatu pola atau gambar dengan tema tertentu.

Aloysius Budianto, seorang perajin kaca patri di Semarang mengatakan, sebetulnya tanda-tanda lesunya bisnis kaca patri sudah mulai tampak di pengujung 2007 lalu. Sejak saat itu, omzet perusahaan miliknya, Glasstudio, terus merosot. Sampai 2009 ini, penjualan Budi di sekitar Jawa Tengah sudah turun 70%.

Lelaki berusia 51 tahun yang akrab disapa Budi ini sudah menekuni usaha kaca patri, terutama untuk hiasan gereja, sejak 10 tahun silam.

Pada masa jayanya, tahun 2005, Budi bisa menjual lebih dari 50 m² kaca patri per bulan. Kini ia hanya mampu menjual 15 m² kaca patri per bulan. "Gara-gara krisis, bujet orang membangun rumah turun. Sehingga banyak yang beralih ke kaca polos," ujar jebolan sekolah Seni Rupa di Yogyakarta ini.

Alhasil omzetnya turun drastis dari Rp 37,5 juta sebulan di masa jaya menjadi Rp 11,25 juta perbulan.
Lesunya bisnis kaca patri semakin diperparah oleh naiknya harga bahan baku. Kata Budi, sejak awal 2008, harga bahan baku kaca warna impor sudah naik sampai 15%. Kenaikan itu berlanjut pada tiga bulan berikutnya.

Meski harga bahan baku naik, Budi tidak bisa menaikkan harga jual karena daya beli masyarakat sedang lemah. Ia pun menjual kaca patri buatannya tetap dengan harga lama, yakni Rp 750.000 sampai Rp 2 juta per m². Konsekuensinya, keuntungannya susut dari 30% menjadi 20%. "Saat ini, saya bertahan dengan mengandalkan pesanan dari pelanggan lama," kata Budi yang belum mencari pasar baru.

Berkurangnya order kaca patri juga dialami Suyanti, pemilik toko Giri Glass di Cibubur. Saat ini, penjualan kaca patri di toko yang baru buka selama setahun ini hanya sekitar 10 m² per bulan.
"Penjualan kaca patri memang memang turun. Mungkin karena harganya mahal dan belum banyak yang tahu mengenai kaca jenis ini," ujar Suyanti

Harga kaca patri produksi Giri Glass berkisar Rp 800.000 sampai Rp 1,6 juta m². Dalam sebulan, Suyanti bisa mengantongi omzet sekitar Rp 8 juta.

Giri Glass banyak menggunakan bahan kaca patri yang diimpor dari Amerika, Brazil, dan China. Begitu pula dengan patrinya. "Karena bahannya impor, margin keuntungan paling hanya sekitar 10%," lanjutnya.

Untuk mendongkrak omzet nya, selain kaca patri. Suyanti juga menjual kaca grafir dan pernik-pernik rumah lainnya.

Dalam sebulan, Suyanti bisa menjual sekitar 10 m² kaca grafir dengan harganya antara Rp 250.000 sampai Rp 1 juta per m². Menurut Suyanti, margin yang dia peroleh dari penjualan kaca grafir juga tidak besar, hanya sekitar 10%. "Yang penting uang saya muter," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Thrive

[X]
×