Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menurut laporan SEA eConomy Google, Temasek dan Bain & Company, sektor e-commerce domestik bertumbuh 12 kali lipat dalam empat tahun. Bhakn pada tahun ini sektor tersebut akan menyentuh angka US$ 21 miliar dan terus bertumbuh hingga mencapai US$ 82 milliar pada tahun 2025 mendatang.
Dianta Sebayang, Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Jakarta menyebut Indonesia memang merupakan pasar yang sangat potensial bagi tumbuh kembangnya e-commerce. Dengan pasar yang besar, serta populasi berusia muda, wajar bila Indonesia menjadi pasar paling besar di kawasan.
Baca Juga: Oppo Reno 2 dan Reno 2F meluncur di Indonesia, berapa harganya?
Ia menyampaikan dampak dari perkembangan e-commerce sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh pelaku industri tersebut saja, tetapi juga UMKM sehingga menggerakkan ekonomi riil.
Sehingga perkembangan ekonomi digital tidak akan pernah lepas dari sektor riil. “Kalau e-commerce tumbuh itu UMKM juga tumbuh, itu penting kalau ekonomi digital tumbh tapi sektor riil tidak tumbuh ada yang salah,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (9/10).
Saat ini persoalan yang paling memdasar menurutnya adalah pemerataan ekonomi secara menyeluruh, pasalnya pertumbuhan ekonomi digital khususnya e-commerce juga sedikit terhambat adanya barrier dari berbagai sisi.
Contohnya dari sisi infrastruktur yang membuat sistem logistik tidak merata diberbagai daerah sehingga membuat ongkos pengiriman menjadi tidak kompetitif.
Oleh karena itu, dirinya menyebut saat ini selain pemerintah perlu melakukan pendampingan terhadap pelaku ekonomi digital, tetapi juga memberikan edukasi dan infrastruktur kepada masyarakat untuk menyambut era digital tersebut. Sehingga nantinya potensi ekonomi digital dan kontribusinya terhadap PDB juga berdampak signifikan.
Baca Juga: Semester I 2019, pariwisata Dubai gaet 8,36 juta turis internasional
Intan Wibisono, Head of Corporate Communication BukaLapak menyebut pihaknya melakukan penetrasi ke luar kota-kota besar untuk mengembangkan bisnisnya. Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas Mitra Bukalapak yang saat ini sduah lebih dari 2 juta mitra tersebar di 477 kabupaten dan kota.
Selain itu, untuk penetrasi di luar kota manajemen juga mengimplementasikan QR Code Indonesian Standard (QRIS) di 1000 Warung Mitra untuk memudahkan e-payment. Selain itu, BukaLapak juga menjadi marketplace pertama yang mendaftarkan 95.000 warung mitra pada fitur Google Bisnisku yan bisa muncul pada maps dan penelusuran Google.
“Kalau melihat pertumbuhan Bukalapak di 4 tahun belakangan, kami tumbuh lebih tinggi dari 12 kali lipat. Contohnya di tahun ini, laba kotor Bukalapak di pertengahan 2019 juga naik 3 kali lpat dibandingkan pertengahan 2018 dan berhasil mengurangi setengah kerigian dari EBITDA selama 8 bulan terakhir ini,” ujarnya.
Diluar itu, untuk pengembangan wilayah Non Jabodetabek pihaknya juga kerap melakukan berbagai program pemberdayaan dari komunitas Bukalapak untuk meningkatkan lebih banyak UMKM bisa bertransformasi bisnisnya dengan menggunakan teknologi.
Baca Juga: Bisnis Digital Bisa Lebih Besar di Luar Jabodetabek
Handhika Jahja, Direktur Shopee Indonesia menyampaikan tiak hanya Jabodetabek tetapi layanan Shopee sudah menjangkau 515 kota di Indonesia dengan menghitung penjualan dan pembelian. Selain itu, perusahaan juga terus mengembangkan kota-kota di luar Jabodetabek untuk bisa berkembang lebih pesat.
Salah satunya adalah membuka kantor cabang di Yogyakarta untuk lebih menjangkau permintaan yang berada di wilayah timur Jawa dan pulau lainnya. Yang jelas, saat ini perusahaan sudah mencatat 80 juta downloader dengan 2,5 juta active seller yang selalu mengakses aplikasi miliknya dalam dua minggu.
“Kami juga punya Shopee 24 yang saat ini operasinya masih Jabodetabek, ada rencana keluar kota juga tetapi belum tahu apakah tahun ini atau kapan,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News