Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Iwan Sunito, partner duet Paul Sathio dalam perusahaan properti raksasa Australia asal Indonesia, Crown Group, buka suara terkait perceraian bisnis keduanya.
Kepada Kompas.com, Selasa (12/3/2024), Iwan mengomentari langkah Paul Sathio melalui PNR International, mengajukan tuntutan di pengadilan karena perselisihan berkepanjangan.
Tuntutan Paul Sathio bisa dibaca pada tautan di berikut ini Duet Raksasa Properti Australia Asal Indonesia Pecah Kongsi. "He is a desperate person who is doing the desperate thing," kata Iwan.
Baca Juga: Duet Pengembang Raksasa Properti Australia Asal Indonesia Pecah Kongsi
Iwan menegaskan bahwa eksistensi Crown Group dalam perjalanan dan pencapaian bisnis profesionalnya tidaklah sesignifikan yang digambarkan Paul Sathio.
Menurut Iwan, kehadirannya sebagai profesional dan juga pemegang saham justru telah membuat Crown Group menjelma menjadi perusahaan pengembang properti yang disegani di Australia. Sejumlah penghargaan diraih Crown Group dalam kurun waktu kehadiran Iwan sebelum perpecahan terjadi.
Sebut saja, Best Technology Hotel HM Awards 2019 yang disematkan pada SKYE Suites Sydney, dan Highly Commended for Best Serviced Apartment SKYE Suites Parramatta.
HM Awards for Hotel and Accommodation Excellence adalah penghargaan dalam industri perhotelan paling bergengsi di Australia. Penghargaan yang diselenggarakan Hotel Management Magazine ini diberikan kepada properti terbaik, departemen/divisi, pekerja professional, jaringan, dan merek terbaik.
Baca Juga: Tiga Tokoh Senior Properti Ini Raih Lifetime Achievement Awards
Adapun gelar terbaik yang diraih SKYE Suites Sydney ini mengulang keberhasilan SKYE Suites Parramatta pada ajang yang sama tahun 2018 lalu. Iwan juga membantah klaim Paul Sathio sebagai pemegang saham terbesar dalam aliansi keduanya di Crown Group.
"Dia bukan pemegang saham terbesar Crown Group. Dia 50 persen. Demikian halnya Five Doc Project, hanya 22,5 persen. Sementara kelompok saya sekitar 52,5 persen," ungkap Iwan. Iwan membeberkan, keterlibatan Paul Sathio di proyek Burwood hanya 45 unit.
Demikian halnya di Bringelly yang dinilai tak bisa digarap karena tidak dilengkapi infrastruktur memadai dan merupakan daerah bandara baru.
Selain itu, suntikan dana sekitar 50 juta dolar Australia atau setara Rp 500 miliar untuk menjaga agar Crown Group tetap beroperasi dalam beberapa tahun terakhir yang diguyurkan Paul Sathio, menurut Iwan dilakukan sangat tidak etis dan bermoral.
Baca Juga: Berikan Penghargaan bagi Mitra Properti Berkualitas OYO Luncurkan Kategori Super OYO
"Seluruh staf asal Indonesia secara tidak bermoral dan tidak etis," cetusnya. Satu hal yang dia benci adalah pesangon yang diberikan kepada para staf asal Indonesia hanya separuh. "Mereka dipaksa tanda tangan," imbuh Iwan.
Lepas dari itu, lanjutnya, kasus ini menunjukkan bahwa Paul Sathio merupakan orang yang putus asa, menghalalkan segala cara untuk keluar dari jeratan masalah pribadinya.