Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memastikan pemberian subsidi untuk Premium yang digunakan dalam pencampuran untuk produk Pertalite.
Hal ini tertuang dalam ketentuan Pasal 21B ayat 1 Perpres yang berbunyi Dalam rangka mendukung energi bersih dan ramah lingkungan, jenis Bensin (Gasoline) RON 88 yang merupakan 50% (lima puluh persen) dari volume jenis Bensin (Gasoline) RON 90 yang disediakan dan didistribusikan oleh Badan Usaha Penugasan diberlakukan sebagai JBKP sejak 1 Juni 2O21 sampai dengan ditetapkan oleh Menteri ESDM.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara kemudian mengatakan, masih ada kemungkinan subsidi bagi Pertalite karena di dalamnya masih ada campuran Premium.
“Soal Pertalite, Premium ini kan ada yang dijual langsung kepada masyarakat dan ada yang dijadikan campuran untuk Pertalite. Ini juga bisa diberikan subsidi. Dalam Perpres itu, bisa kami alokasikan (subsidi) tetapi yang disubsidi tetap yang Premium (campurannya),” ujar Suahasil, Senin (3/1) dalam konferensi pers APBN KiTa di lingkungan Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Hore, Pertamina Pastikan Tetap Jual Pertalite di Tahun Ini
Menanggapi ketentuan ini, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengungkapkan, langkah ini dapat dimaknai sebagai upaya Pertamina untuk mendorong peningkatan konsumsi Pertalite ke masyarakat.
Pasalnya, dengan pemberian subsidi untuk premium yang digunakan dalam pencampuran untuk menghasilkan Pertalite maka ada potensi penerapan harga yang lebih baik bagi masyarakat.
"Yang jelas akan lebih murah dibanding harga Pertalite pada umumnya," ungkap Faisal kepada Kontan.co.id, Selasa (4/1).
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menjelaskan, dengan hadirnya ketentuan ini maka ada upaya dari pemerintah untuk meringankan beban Pertamina dari penjualan Pertalite yang selama ini berada di bawah harga keekonomian.
Sekadar informasi, Pertalite saat ini dibanderol dengan harga Rp 7.650 per liter atau di bawah harga keekonomian yang beberapa waktu sebelumnya disebut mencapai Rp 11.000 per liter.
"Tapi sesungguhnya pemberian kompensasi atau pengurangan beban itu saya pikir tidak signifikan, artinya tetap Pertamina yang masih akan menanggung kerugian karena harga jual eceran Pertalite masih dijual di bawah harga keekonomian," terang Abra kepada Kontan.co.id, Selasa (4/1).
Menurutnya, pemberian kompensasi untuk sebagian Pertalite tidak begitu signifikan karena komponen pembentuk harga Pertamax jauh lebih tinggi biayanya ketimbang Premium. Asal tahu saja, Pertalite selama ini dibentuk dengan mencampurkan Pertalite dan Pertamax.
Abra melanjutkan, satu hal yang patut jadi perhatian yakni jangan sampai pemberian subsidi sebagian untuk Pertalite ini menimbulkan kesan harga Pertalite harus lebih murah, pasalnya harga jual saat ini pun berada di bawah harga keekonomian.
Kondisi ini pun juga dinilai bakal menyulitkan Pertamina jika hendak melakukan penyesuaian harga Pertalite ke depannya.
Selain itu, Abra turut menyoroti hadirnya ketentuan Pasal 3 ayat 4 yang berbunyi Menteri dapat menetapkan perubahan Jenis BBM Khusus Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta wilayah penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.
Ketentuan ini dinilai memungkinkan perubahan JBKP ke depannya tak lagi merujuk pada produk Premium melainkan bakal digantikan dengan Pertalite.
"Sepertinya memang ada intensi pemerintah untuk ke depan ini akan bisa jadi menghilangkan sama sekali Premium dan mau tidak mau kan harus ada jenis BBM yang ditetapkan atau dikategorikan sebagai JBKP," jelas Abra.
Baca Juga: Harap Tenang, Pertamina Masih Akan Distribusikan Pertalite di Tahun Depan
Abra menilai, jika kemudian Premium dihapus dan Pertalite ditetapkan sebagai JBKP maka pemerintah perlu memberikan subsidi secara menyeluruh dan tidak sebagian seperti saat ini.
Adapun, solusi lainnya yakni dengan memberi ruang bagi Pertamina untuk dapat tetap melakukan penyesuaian harga Pertalite sesuai pergerakan komponen pembentuk harga.
Menurutnya, dalam upaya mendorong transisi energi pemerintah jangan sampai terburu-buru. Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi, daya beli masyarakat dan keberlangsungan badan usaha.
Sementara itu, untuk tahun 2022 pemerintah menetapkan kuota JBKP yang adalah volume jenis bensin (Gasoline) RON minimum 88 sebesar 11,52 juta kl yang merupakan 50% volume jenis bensin (gasoline) RON 90.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News