kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.314   11,00   0,07%
  • IDX 7.184   43,73   0,61%
  • KOMPAS100 1.030   4,34   0,42%
  • LQ45 783   3,07   0,39%
  • ISSI 236   2,08   0,89%
  • IDX30 404   1,62   0,40%
  • IDXHIDIV20 465   2,38   0,51%
  • IDX80 116   0,60   0,52%
  • IDXV30 118   1,42   1,21%
  • IDXQ30 129   0,38   0,30%

Pertamina Bertekad Menggenjot Produksi Gas


Selasa, 13 Oktober 2009 / 08:37 WIB
Pertamina Bertekad Menggenjot Produksi Gas


Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. PT Pertamina bertekad untuk meningkatkan produksi gas tahun depan. Tujuannya untuk meningkatkan produksi gas Elpiji untuk kebutuhan dalam negeri.

Juru bicara Pertamina Basuki Trikora Putra mengungkapkan, tahun ini produksi gas Elpiji Pertamina diperkirakan hanya akan mencapai 2,1 juta metrik ton. Padahal, kebutuhannya mencapai tiga juta metrik ton.

Artinya, "Ada sisa 900.000 metrik ton yang harus diimpor," ujarnya, Senin (12/10). Karena barang impor, tentu saja harganya berpatokan kepada harga gas dunia.

Basuki mengakui, produksi kilang gas Elpiji Pertamina masih rendah. Selain itu, perusahaan tambang migas pelat merah itu memiliki lapangan gas yang terbatas.

Karenanya, untuk meningkatkan produksi, Pertamina berusaha mencari blok gas baru. "Kami masih melakukan evaluasi blok gas mana yang kami minati," kata Basuki.

Sebelum memperoleh blok baru dan masih harus mengimpor, Pertamina tak memiliki pilihan lain selain menaikkan harga gas Elpiji. Apalagi, Pertamina mengaku rugi dari penjualan Elpiji dalam tabung 12 kg. Tahun lalu, kerugian Pertamina itu mencapai Rp 4,7 triliun. Soalnya, saat itu, rata-rata harga gas CP Aramco sekitar US$ 780 per ton.

Tahun ini, jika tidak menaikkan harga Elpiji, Pertamina mengklaim akan merugi Rp 2,3 triliun. Perhitungan itu didasarkan rata-rata harga gas CP Aramco Januari-Oktober yang sekitar US$ 479 per ton. "Padahal menurut Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BUMN itu tidak boleh rugi," ujar Basuki.

Yang jelas, menurut Basuki, kalau masalah kekurangan gas di hulu sudah bisa diatasi, Pertamina tidak akan sulit mengatasi masalah di hilir produk tambang tersebut.

Analis perminyakan Dirgo Purba menilai, masalah keuangan Pertamina sebenarnya bisa diatasi dengan mencari jalan keluar di sisi arus kas. Misalnya, Pertamina bisa saja menagih hutang BUMN lain kepada Pertamina seperti PT PLN (Persero) dan PT Garuda. "Kalau masalah ini selesai pasti bisa membantu menyeimbangkan neraca keuangan Pertamina" ujar Dirgo.

Sementara itu, Direktur Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menyatakan, Pertamina sudah lama mengajukan angka kerugian sebagai alasan. Ia menilai perhitungan besaran kerugian itu tidak pernah jelas rinciannya.

Pri Agung menilai, tidak masalah jika Pertamina ingin mencapai harga Elpiji yang dinilainya ekonomis. Namun, selama ini, harga sampai di tingkat pengecer berada di luar kontrol Pertamina.

Karenanya, yang penting adalah memastikan kenaikan gas tidak di luar kendali. Caranya, Pemerintah harus memiliki hitungan Harga Eceran Tertinggi (HET) di konsumen. "Sehingga jika harga jualnya di atas HET, harus dikenakan sanksi," lanjut dia.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Departemen ESDM Saryono Hadi Wijoyo mengatakan, ESDM tengah menyusun tata niaga untuk mengatur perdagangan Elpiji. "Saya belum bisa kasih detail karena masih dibahas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×