Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Refinery Unit III Plaju (Kilang Pertamina Plaju) mengembangkan produk Product Marine Fuel Oil Low Sulphur (MFO LS) sesuai International Maritime Organization (IMO) 2020. Permintaan yang tinggi pun membuat produk ini jadi langganan.
Kilang Pertamina Plaju terus mengembangkan produksi MFO LS hingga pada bulan Maret 2022 lalu, produk MFO Low Sulphur 180 centistoke (cSt) berhasil menembus pasar internasional, di ekspor perdana ke Singapura. Hingga Agustus tahun ini (2022), lifting MFO LS telah bahkan mencapai 2,9 juta barel.
Tim Gugus yang beranggotakan Endah Purbarani, Murtina Dwi Lastuti, Vico Kurniawan, Daniswara Krisna Prabatha, Wahyu Solihin, Budi Yulianto, Dede Pratama dan Aliefita Rakhim itu, berhasil menjadi bisnis inisiator dalam produksi bahan bakar standar IMO 2020 skala nasional melalui produksi MFO LS dan MFO LS High Viscosity (MFO LS HV) di Kilang Pertamina Plaju.
“Ini memperkuat posisi RU III Plaju sebagai kilang andalan Pertamina yang masih terus berkontribusi terhadap pemenuhan energi di republik ini,” ujar Pjs. General Manager Kilang Pertamina Plaju Yulianto Triwibowo dalam keterangan resmi, Selasa (11/10).
Baca Juga: PGN Gandeng Pindad dan PT INTI, Kembangkan Infrastruktur Penunjang Gas Bumi
Tim gugus ini melihat adanya Vacuum Residue sebagai low valuable product (produk bernilai rendah) yang berpotensi dilakukan upgrade menjadi MFO LS sebagai produk bernilai tinggi, setelah dilihat hasil stratifikasi dan paretonya.
Produksi bahan bakar kapal ramah lingkungan ini sejatinya juga selaras dengan adanya kebijakan terkait bahan bakar kapal di dunia, antara lain International Convention for The Prevention of Pollution from Ship (MARPOL Convention) Annex VI Regulation 14, serta adanya Kebijakan IMO (The International Maritime Organizations) 2020, di mana sulfur bahan bakar diatur maksimal 0.5%wt per 1 Januari 2020.
Kualitas sulfur MFO LS Kilang Pertamina Plaju pada 2020 sebesar 0,19%wt dan pada 2021 lalu sebesar 0,24%wt, jauh lebih kecil dari yang dipersyaratkan dalam regulasi IMO 2020 dan Dirjen Migas ESDM, yakni maksimal 0,5%, atau dapat dikatakan sesuai spesifikasi.
Inovasi ini juga telah menyumbang value creation atau penciptaan nilai tambah perusahaan guna meningkatkan potensi keuntungan, dengan value creation yang tercipta sepanjang 2020-2021 sebesar Rp 1,11 triliun atau setara Rp 547 miliar per tahun.
Inovasi bahan bakar kapal ramah lingkungan ini mendukung implementasi tujuan 7 (akses energi andal dan berkelanjutan), tujuan 9 (industri berkelanjutan dan inovasi), tujuan 13 (mengatasi perubahan iklim) dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Baca Juga: Terbitkan Peta Jalan NZE, Pertamina Siap Dorong Bisnis Carbon Capture
Hal itu juga ditegaskan oleh Yulianto yang menyebut bahwa ESG dan SDGs terintegrasi dalam proses bisnis yang dijalankan.
“Kilang Pertamina Plaju berkomitmen penuh mendukung ESG dan SDGs, di mana produksi MFO rendah sulfur yang ramah lingkungan ini juga sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan sebagaimana tertera dalam dua aspek tersebut,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News