Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) memastikan proyek Revamping Aromatic dan New Olefin yang dilaksanakan oleh PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) terus berjalan sebagai wujud komitmen perusahaan dalam mendukung kemandiran nasional.
Dengan penyelesaian proyek tersebut, nantinya Pertamina optimistis dapat memenuhi kebutuhan produk petrokimia nasional, khususnya Paraxylene yang ditargetkan zero impor setelah proyek Revamping Aromatic ini selesai pada tahun 2022.
Penegasan ini disampaikan Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Ignatius Tallulembang di hadapan Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto saat kunjungan kerjanya TPPI di Tuban, Jawa Timur pada 26 November 2020.
Turut mendampingi kunjungan kerja tersebut antara lain Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Sekretaris SKK Migas Murdo Gantoro, dan Direktur Utama PT TPPI Yulian Dekri.
Baca Juga: BPH Migas: Premium di Jamali Akan Ada Hingga 2022
Ignatius Tallulembang menyampaikan, Pertamina sedang menjalankan sejumlah megaproyek kilang dan petrokimia guna menindaklanjuti penugasan pemerintah baik yang tercantum dalam Perpres, Inpres, Kepmen ESDM, maupun arahan langsung dari presiden, khususnya terkait dengan percepatan pelaksanaan proyek kilang minyak dan petrokimia hingga 2024.
Di TPPI terdapat dua proyek pengembangan dan pembangunan yang saat ini tengah dilaksanakan Pertamina.
Pertama, proyek Revamping Aromatic yang akan meningkatkan produksi petrokimia berupa Paraxylene dari 600.000 ton menjadi 780.000 ton per tahun. Proyek ini ditargetkan selesai pada 2022.
Kedua, terdapat proyek new Olefin yang mencakup pembangunan Naphtha Cracker, termasuk unit-unit downstream dengan produk Polyethylene (PE) sebesar 1 juta ton per tahun dan Polypropylene (PP) 600.000 ton per tahun yang ditargetkan selesai pada 2024.
"Progres Revamping Aromatic kini telah memasuki tahapan pekerjaan lapangan yaitu EPC OSBL, sementara proyek Olefin dalam proses tender design build competition," ungkap dia dalam siaran pers yang diterima Kontan, Senin (30/11).
Menurutnya, pembangunan proyek di TPPI akan mendukung pengembangan industri petrokimia dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, serta menekan defisit neraca perdagangan sekitar US$ 1,8 miliar per tahun melalui penurunan impor produk petrokimia secara signifikan.
"Proyek petrokimia yang direncanakan Pertamina Group termasuk revamping aromatic dan olefin TPPI ini secara tata waktu akan mendahului dan dapat sejalan dengan arahan presiden terkait pengembangan industri petrokimia," ungkap Tallulembang.
Pada kesempatan kunjungan tersebut, Sugeng Suparwoto memberikan dukungan penuh terhadap proyek strategis Pertamina.
Ia mengatakan, Komisi VII DPR sepakat bahwa proyek Pertamina ini bersifat sangat strategis serta feasible dan proven, baik dari sisi teknis, keekonomian, maupun sisi strategis lainnya dengan memiliki multiplier effect atau efek berganda yang sangat besar guna kepentingan masyarakat luas.
"Komisi VII DPR RI sangat mendukung penuh langkah-langkah percepatan yang dilaksanakan Pertamina agar proyek di TPPI ini tuntas pada 2024. Proyek ini harus jalan, karena di antaranya untuk mengurangi ketergantungan pada impor," katanya.
Sugeng menambahkan, tujuan kunjungan kerja ini adalah memonitor perkembangan TPPI dan melakukan terobosan untuk mencari solusi penyelesaian proyek.
Komisi VII DPR juga mengapresiasi proyek yang akan menelan biaya investasi sekitar Rp 50 triliun tersebut karena telah dari awal dikawal secara ketat oleh Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri, sehingga prosesnya dipastikan berjalan secara bersih, transparan, dan sesuai prosedur yang berlaku.
Sejalan, Tutuka Ariadji juga mendukung dan menegaskan bahwa strategi dan kebijakan Pertamina sudah tepat yaitu tidak hanya berfokus kepada pemenuhan BBM, namun juga pengembangan produk petrokimia dengan nilai jual tinggi. Dengan penyelesaian proyek ini, Pertamina yakin dalam waktu dekat akan menjadi pemain besar dalam industri petrokimia di Indonesia.
Selanjutnya: Di balik diskon Pertalite, ternyata harga BBM di negeri tetangga lebih murah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News