kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45981,69   -8,68   -0.88%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertamina sebut impor terbesar saat ini adalah gasoline dan bukan diesel


Minggu, 08 September 2019 / 19:13 WIB
Pertamina sebut impor terbesar saat ini adalah gasoline dan bukan diesel
ILUSTRASI. Pertamina sebut impor terbesar saat ini adalah gasoline dan bukan diesel


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  BANDUNG. Pertamina mengklaim masalah impor minyak dan gas (migas) terbesar saat ini bukanlah solar (diesel), melainkan impor bensin (gasoline).

Senior Vice President Research and Technology Center (RTC) PT Pertamina (Persero) Dadi Sugiana mengatakan, sebenarnya konsumsi diesel saat ini balance.

Baca Juga: Biohidrokarbon dari olahan minyak sawit berpotensi jadi BBM masa depan

"Jadi bisa hampir tidak perlu impor lagi. Malah kita bisa melangkah dengan melakukan ekspor diesel. Tantangan impor terbesar ada pada gasoline, terutama premium gasoline," ujar Dadi, Jumat (6/9) di ITB.

Ia mengatakan, Pertamina selalu siap bila diperintah pemerintah untuk menambah produksi gasoline dari minyak nabati bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang saat ini telah mengolah minyak nabati menjadi biohidrokarbon.

Hanya saja, masalah keekonomian menjadi sandungan utama Pertamina. Untuk memodifikasi gasoline, pihaknya meminta tambahan investasi sebesar 20% kepada pemerintah. Mereka juga mengeluhkan harga minyak nabati yang mahal.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Darmin Nasution pun menanggapi hal itu. Menurutnya, Pertamina jangan hanya memandang harga minyak nabati dari sisi kemahalannya, tetapi juga memIKirkan kondisi rakyat yang menghasilkan minyak tersebut.

Baca Juga: Selain Bima, Esemka sudah kantongi tanda pendaftaran tipe untuk lima jenis mobil lain

Darmin juga mengaku bahwa dirinya telah meminta Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) untuk bekerjasama dalam menghitung harga minyak nabati yang masuk akal. Yaitu, dengan menghitung lahan kelapa sawit petani dan potensi penghasilan minyak nabati dari lahan tersebut.

"Oleh karena itu, ayo duduk bersama dalam membicarakan hal ini. Kita susun skenario, apalagi dalam menyangkut tentang nilai keekonomian," kata Darmin kepada Dadi.

Darmin menambahkan, Pertamina bisa lebih bersabar dan menunggu untuk bisa duduk bersama dengan pemerintah. Ia pun juga tidak menutup kemungkinan ada kontribusi BUMN lain yang berminat dalam proyek ini.

Baca Juga: Resmikan pabrik Esemka, Jokowi: Mendukung merek lokal, itu jawabannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×