kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pertumbuhan konsumsi listrik industri melambat, target penjualan listrik PLN meleset


Minggu, 02 Februari 2020 / 21:23 WIB
Pertumbuhan konsumsi listrik industri melambat, target penjualan listrik PLN meleset
ILUSTRASI. Kinerja PLN 2019 kurang memuaskan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2019 meleset dari target. Kendati meningkat dari tahun 2018, namun sepanjang tahun lalu PLN hanya mampu menjual listrik sebanyak 245,52 TeraWatthour (TWh).

Capaian tersebut tumbuh 4,65% dibanding realisasi tahun 2018 yang sebesar 234,61 TWh. Padahal, perusahaan setrum plat merah itu menargetkan penjualan tenaga listrik sebesar 248,8 TWh di tahun 2019 atau dengan persentase pertumbuhan 7,06% secara tahunan.

Pertumbuhan penjualan tenaga listrik tahun 2019 yang hanya 4,65% ini juga lebih mini dari pertumbuhan tahun 2018 yang mencapai 5,14%.

Baca Juga: Batalnya pencabutan subsidi listrik 900 VA-RTM berpotensi kerek beban dana kompensasi

Menurut Executive Vice President Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PLN Edison Sipahutar, capaian tersebut tak lepas dari pertumbuhan konsumsi tenaga listrik di segmen industri yang merosot tajam sepanjang tahun 2019.

Edison mengungkapkan, jika pada tahun 2018 pertumbuhan konsumsi listrik industri mencapai 6,45% secara tahunan, pada 2019 terjadi penurunan signifikan yang hanya tumbuh 1,04% saja. Edison bilang, kondisi ini sangat berpengaruh signifikan, meskipun pertumbuhan konsumsi listrik di segmen pelanggan rumah tangga dan bisnis mengalami peningkatan.

"Jadi karena memang industri turun drastis pemakaiannya, itu sangat dominan terhadap penjualan listrik. Kan itu turunnya jauh, cukup besar dampaknya," kata Edison kepada Kontan.co.id, Minggu (2/2).

Penjualan tenaga listrik ke pelanggan industri memang memegang porsi yang dominan. Dari realisasi penjualan listrik sebanyak 245,52 TWh sepanjang tahun 2019, segmen industri memegang porsi 32%, terbanyak kedua setelah segmen rumah tangga yang mencapai 42%. Selanjutnya adalah segmen bisnis sebanyak 19% dan segmen lainnya sebesar 7%.

Pada tahun lalu, penambahan jumlah pelanggan PLN mencapai 3.788.217 pelanggan. Sehingga, perusahaan listrik BUMN ini memiliki total 75.705.614 pelanggan hingga akhir 2019.

Dari penambahan 3.788.217 pelanggan itu, penambahan terbanyak terjadi di segmen rumah tangga dengan 93,68%, disusul segmen lainnya dengan 3,80% dan segmen bisnis 2,08%. Sementara penambahan jumlah pelanggan di segmen industri menjadi yang terkecil, yakni hanya 0,44%.

Baca Juga: Pemerintah kucurkan dana kompensasi Rp 7,45 triliun untuk PLN

Berdasar penambahan jumlah pelanggan itu, total daya tersambung listrik PLN mencapai 138.077 Mega Volt Ampere (MVA) hingga akhir 2019. Dengan penambahan yang terjadi di tahun lalu sebanyak 7.795 MVA.

Dari jumlah penambahan tersebut, 55% tambahan daya tersambung terjadi di segmen rumah tangga, 18% pada pelanggan bisnis, 17% pada pelanggan industri dan 10% pada segmen lainnya.

Edison mengatakan, konsumsi listrik di sektor industri memang disokong oleh sejumlah faktor, khususnya yang terkait dengan ekonomi makro. Kendati begitu, Edison menyebut bahwa PLN akan berupaya untuk mendongkrak penjualan listrik ke sektor industri, antara lain dengan mengintensifkan program diskon pemakaian listrik pada Luar waktu Beban Puncak (LWBP).

"Ada diskon 30% pada waktu jam 11 malam hingga jam 8 pagi. Nah, kita akan intensifkan program LWBP ke industri untuk mengikuti program itu," kata Edison.

Di luar segmen industri, Edison mengungkapkan PLN akan menggenjot penjualan listrik dengan semakin menggalakkan penggunaan kompor listrik induksi. "Selain itu, mobil dan motor listrik juga kita dorong, meski populasinya belum terlalu besar," sebutnya.

Baca Juga: PLN tawarkan kemitraan ke pihak swasta untuk meningkatkan jumlah SPKLU

Lebih lanjut, Edison juga menyebut PLN akan kian giat menyasar segmen pelanggan strategis seperti pabrik pengolahan dan pemurnian mineral alias smelter. "Pemain-pemain baru kita harapkan masuk hinga akhir tahun, atau lebih cepat," harapnya.

Penjualan listrik yang tak mencapai target akibat minimnya konsumsi di sektor industri ini memang sudah terprediksi. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, pertumbuhan konsumsi listrik menjadi stagnan lantaran terjadi perlambatan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Ditambah lagi di tahun politik (2019), ekspansi usaha melambat dan para pelaku usaha menunda rencana investasinya," kata Fabby.

Fabby menyebut, penjualan listrik PLN selama 2015-2018 hanya tumbuh rata-rata 4,4%. Sementara itu, target konsumsi listrik masih dominan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi.

Fabby menilai, PLN dan pemerintah perlu melakukan kajian yang lebih mendalam untuk memproyeksikan pertumbuhan energi listrik ke depan. Terutama dengan mempertimbangkan potensi efisiensi energi dan perkembangan energi terdistribusi.

Apalagi, berdasarkan proyeksi IESR, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan listrik sudah di bawah 1, yakni sekitar 0,8-0,9. Sehingga, Fabby berpendapat asumsi pertumbuhan listrik dalam perencanaan PLN bisa lebih realistis, yakni sekitar 5% untuk tiga tahun mendatang.

Baca Juga: Sokong capex Rp 80 triliun tahun ini, PLN terbitkan obligasi dan sukuk ijarah

Adapun, pada tahun 2020 ini, Edison menyebut bahwa target pertumbuhan penjualan tenaga listrik PLN dibuat lebih realistis, yakni hanya 4,55%. Dengan begitu, target penjualan listrik PLN di tahun ini sebesar 256,7 Twh. Sementara target penambahan jumlah pelanggan mencapai sekitar 3,9 juta pelanggan.

Menurut Edison, target pertumbuhan penjualan listrik tersebut lebih realistis lantaran tidak dominan berdasar asumsi pertumbuhan ekonomi, melainkan juga diambil dari rata-rata realisasi selama lima tahun terakhir.

"Pertumbuhan ekonomi di APBN juga jadi pertimbangan, tapi kita lebih realistis dari rata-rata lima tahun belakangan," tandas Edison.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×