Reporter: Petrus Dabu | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Tidak banyak perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang jasa pengangkutan pasien kritis melalui udara (air ambulance). Padahal, peluangnya bisnisnya menjanjikan.
Salah satu perusahaan yang merambah bisnis air ambulance adalah PT Elang Lintas Indonesia (ELI). Mulai beroperasi pada Januari 2014 lalu, saat ini perusahaan ini memiliki tiga pesawat. Dua pesawat berjenis Beach Jet 400A dan satu lagi Haw Ker 800.
"Pertama kali masuk ke bisnis ini langsung menggunakan pesawat jet. Keunggulan jet itu lebih cepat, kita bisa menghemat waktu. Karena pasien-pasien kritis itu harus ditangani dengan cepat," ujar Suherman Sutanto, Company Aviation Safety Officer (Caso) PT Elang Lintas Indonesia kepada wartawan di Jakarata, Selasa (3/3).
Selain PT Elang Lintas Indonesia, menurut Suherman sebenarnya ada empat lagi perusahaan lain yang juga bergerak di bidang air ambulance, yaitu Pos Expres Prima, Indonesia Air Transport, Puri Wisata dan Susi Air. Namun, empat perusahaan ini, tidak hanya bergerak di bidang air ambulance tetapi juga usaha penyewaan pesawat untuk kepentingan non medis.
Makanya, menurut dia, saat ini di Indonesia hanya PT Elang Lintas Indonesia yang fokus usahanya di bidang medical evacuation atau evakuasi korban kecelakaan atau sakit dengan kondisi kritis.
PT Elang Lintas Indonesia juga kata dia sudah mengikuti standar sebagai maskapai yang khusus bergerak di bidang air medical evacuation.
"ELI ini yang pertama kali di Indonesia yang mengikuti standar internasional, walaupun kita yang belakangan main ambulan. Tapi kita first time, karena semua komponen ikut standar internasional," klaimnya.
Dalam bisnis ambulan udara ini, ELI hanya menjadi pengangkut pasien dari satu bandara ke bandara lain yang menjadi tujuan. Sedangkan, pasien menjadi tanggung jawab provider yaitu perusahaan lain yang menjadi penghubung antara pasien dengan maskapai.
Provider juga bertanggung jawab dalam penyediaan tenaga medis termasuk peralatan medis yang diperlukan dalam evakuasi pasien kritis.
Terkait biaya, ELI mematok standar minimal biaya pengangkutan sebesar US$ 3.500 per jam. Biaya tersebut tidak termasuk biaya untuk provider. "Soal tarif sebenarnya fleksibel, tergantung rute," tandasnya.
Perusahaannya, kata dia, menargetkan dalam satu bulan minimal melayani 40 jam terbang. Selama ini, kata dia target tersebut sudah terpenuhi. "Memang tidak setiap hari ada pasien yang diangkut, tapi setiap minggu pasti ada," ujarnya.
Selama setahun lebih beroperasi, kata dia, perusahaannya sudah mengangkut pasien dari berbagai daerah di Indonesia baik yang hendak dievakuasi ke rumah sakit yang ada di Indonesia maupun ke rumah sakit lain di Asia seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Bangkok.
Pasar bisnis jasa pengangkutan pasien ini, kata dia di Indonesia masih terbuka lebar. Karena pemainnya masih terbilang sedikit sementara kebutuhannya kata dia sebenarnya cukup tinggi.
Namun, kata dia, salah satu hambatannya adalah adanya maskapai asing seperti dari Singapura yang ikut mengangkut pasien dari Indonesia. Menurutnya, itu sudah melanggar UU No 1 tahun 2009 tentang penerbangan terutama pasal 94.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News