kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.932   28,00   0,18%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Petani cengkeh dan tembakau sesalkan riset FKM UI


Kamis, 25 Agustus 2016 / 22:32 WIB
Petani cengkeh dan tembakau sesalkan riset FKM UI


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

Sudarto mengatakan, riset seharusnya mencari jalan keluar yang bijak, bukan menyudutkan pihak-pihak tertentu. Dalam riset juga harus dicari jalan keluar. “Bila akibat riset itu banyak yang dirumahkan, siapa yang mau bertanggung jawab?” tanya Sudarto.

“Dengan tingkah kenaikan harga dan cukai selama 5 tahun terakhir, ada 1.200 pabrik rokok yang gulung tikar dan terjadi PHK yang mencapai 102.500 pekerja. Apalagi bila harga rokok dinaikkan secara drastis sampai Rp 50 ribu per bungkus, tentu  akan terjadi PHK massal,” ujarnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Dahlan Said Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) mengatakan bahwa riset tersebut sangat tendensius pada aspek kesehatan saja, dan tidak memikirkan nasib petani dan tenaga kerja.  Ia menjelaskan bahwa produksi cengkeh di Indonesia saat ini sekitar 100 ribu sampai 110 ribu ton per tahun, dan 94 persen diserap oleh industri rokok.

“Kami setuju bahwa masyarakat perlu paham akan dampak rokok bagi kesehatan, serta anak-anak harus dicegah untuk membeli dan mengonsumsi. Namun, tentunya hal tersebut tidak dilakukan dengan membunuh industri tembakau nasional. Untuk itu, kami memohon kepada para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan semua aspek industri serta menyertakan semua pemangku kepentingan dalam pembuatan kebijakan, termasuk kebijakan harga dan cukai rokok.” tuturnya.

Hasan Aoni Aziz Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengatakan, mengenai riset yang menggunakan metode survei persepsi yang dilakukan FKM UI kurang tepat, sekarang apakah dengan kenaikan harga yang tinggi tersebut dapat menurunkan tingkat konsumsi rokok? Ya, tidak juga. Kenaikan harga ini malah dapat menimbulkan kenaikan jumlah rokok ilegal.

“Pada saat harga rokok naik, rokok ilegal jadi semakin marak. Hal ini juga bertentangan dengan semangat kelompok kesehatan, sebab rokok ilegal tidak melalui proses yang tidak sesuai," katanya.

“Kami yakin pemerintah tidak akan menaikkan secara sekonyong-konyong, ada mekanismenya dalam menaikkan harga rokok. Jadi kami tidak mau berandai-andai jika rokok sampai dinaikkan menjadi Rp50 ribu per bungkus,” sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×