Reporter: Handoyo, Bernadette Christina Munthe | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Keberadaan garam impor terus menghantui petani garam lokal. Belum juga usai bersaing dengan garam impor yang membanjiri pasar, petani kembali was-was akan keberadaan 25.000 ton garam impor yang masuk lewat Pelabuhan Ciwandan, Banten, selama 5-10 Oktober lalu.
Abdul Wakhid, petani garam asal Sampang, Madura mengatakan, garam yang diimpor oleh PT Cheetam Garam Indonesia itu menyalahi aturan. Cheetam sebagai produsen garam konsumsi beriodium dan anggota Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogakob) seharusnya hanya mengempit izin Impor Produsen (IP) iodisasi.
Dengan izin ini, Cheetam hanya boleh mengimpor garam untuk kebutuhannya sendiri dan tidak memperjualbelikannya pada perusahaan lain.
Kenyataannya, "Izin yang diberikan pada Cheetam adalah IP non-iodisasi yang semestinya diberikan pada perusahaan yang mengolah garam untuk memproduksi barang bukan garam, seperti PT Tjiwi Kimia Tbk dan PT Asahimas Flat Glass Tbk," ujar Wakhid, Selasa (18/10).
Dengan begitu, Wakhid menilai Cheetam dan juga pemerintah telah menyalahi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 tahun 2007 tentang Impor Garam.
Arthur Tanudjaja, Direktur Cheetam membantah telah menyalahi aturan terrsebut. Menurutnya, langkah Cheetam mengimpor garam sudah sesuai ketentuan. Cheetam rencananya akan mengolah kembali garam impor ini untuk kemudian memasarkannya ke beberapa perusahaan seperti PT Unilever Indonesia Tbk dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. "Seluruh penjualan garam kami larinya ke industri, yakni ke sekitar 30 perusahaan" kata Arthur.
Berbeda dengan garam yang dihasilkan oleh petani lokal, menurut Arthur, garam produksi Cheetam memiliki kandungan natrium klorida (NaCl) lebih tinggi, yakni 98%.
Adapun tingkat kekotoran pun lebih rendah, yakni 0,002%. Maka tak heran jika Cheetam membanderol garam olahannya Rp 1500 per kilogram (kg), lebih tinggi ketimbang harga garam petani lokal KP I yang seharga Rp 750 per kg dan KP II Rp 550 per kg.
Terlepas dari persoalan izin impor, memang impor garam yang dilakukan saat panen masih berlangsung membuat petani garam cemas. "Kami khawatir ini berdampak buruk bagi harga garam petani lokal," tandas Wakhid.
Sementara itu, Direktur Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, Tony Tanduk mengatakan impor garam Cheetam tak menyalahi aturan. "Permintaan garam dari industri makanan dan minuman spesifik soal tingkat kemurnian garam, kandungan zat besi, dan ukuran kristalnya, jadi memang masih harus diimpor," kata Tony.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News