kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Petani tebu dan Kemdag beda data soal pasokan gula


Rabu, 18 Januari 2017 / 19:56 WIB
Petani tebu dan Kemdag beda data soal pasokan gula


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Keputusan Kementerian Perdagangan (Kemdag) membuka izin impor gula mentah sebanyak 400.000 ton untuk diolah dalam negeri menjadi gula konsumsi mendapat protes dari petani tebu. Pasalnya, kebutuhan gula konsumsi (GKP/gula kristal putih) di dalam negeri sepanjang tahun 2017 dinilai sudah tercukupi dari persediaan dan produksi lokal. Justru impor gula yang dibuka pemerintah membuat harga gula ditingkat petani berpotensi jatuh karena kelebihan pasokan gula di dalam negeri.

Sektretaris Jenderal Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri) M. Nur Khabsyin mengatakan, persediaan gula dari produksi giling tahun 2016 ada 800.000 ton ditambah sisa impor tahun 2016 sebesar 1 juta ton. Persediaan ini dinilai masih sangat cukup, bahkan lebih sampai dengan musim giling tahun 2017 yang dimulai pada bulan Mei 2017. "Distribusi gula yang diolah oleh perusahaan rafinasi berpotensi lebih dari jumlah yang diimpor karena bisa saja gula rafinasi ikut dipasarkan," ujarnya Rabu, (18/1).

Khabsyin menjelaskan, data produksi gula tahun 2016 sebesar 2,1 juta ton dan kebutuhan gula sebesar 3,2 juta ton yg dibuat dasar perhitungan impor tidak valid. Menurut perhitungan Aptri yang benar adalah produksi gula tahun 2016 adalah 2,2 juta ton. Sedangkan kebutuhan sebesar 2,7 juta ton. Perhitungannya, konsumsi gula per orang per tahun 12 kilogram (kg) dikali jumlah penduduk 250 juta lalu dikurangi 10%. "Pengurangan 10% karena tidak semua orang minum gula dan adanya produk mamin impor," tambahnya.

Aptri juga menuding, data impor untuk gula konsumsi yang disampaikan Kemdag tidak lengkap. Data impor tahun 2016 yang diterima Aptri dari Kemdag adalah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) 300.000 ton, Perum Bulog 267.000 ton ditambah 100.000 ton white sugar, PTPN/RNI 114.000 ton, Comisioning test untuk Pabrik Gula (PG) KTM PG Dompu PG glenmore 270.000 ton, untuk PG gorontalo 25.000 ton, PG Adi karya gemilang 50.000 ton. Masih di tambah gula untuk operasi pasar oleh inkopol inkopkar dan lain-lain sebesar 400.000 ton. Sehingga total impor untuk konsumsi tahun 2016 adalah 1,426 juta ton.

Terkait dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET) gula sebesar Rp 12.500 per kg, Aptri menilai kalau dasar perhitungannya terlalu rendah. Mestinya dasar menentukan HET adalah dari besaran harga pokok penjualan (HPP) ditambah margin distribusi. Sedangkan Dasar penentuan HPP adalah dari biaya pokok produksi (BPP) ditambah margin untuk petani. Untuk BPP tahun 2017 ada kenaikan pada komponen biaya tenaga kerja di kebun dan transportasi akibat kenaikan BBM dan kenaikan harga barang.

Maka, HET yang realistis adalan Rp 14.000 karena BPP saat ini Rp 10.000 sedangkan HPP Rp 11.500. Menurutnya, yang penting ditetapkan sebetulnya adalah HPP gula tani dalam rangka untuk penyanggaan harga kepada petani bukan penentuan HET. Ia mengklaim masyarakat tidak keberatan bila harga gula dikisaran Rp14.000 karena gula termasuk kebutuhan pokok tapi tidak yang paling utama. Seharusnya, banyak alternatif pemanis selain gula dan sebagian masyarakat juga tidak mengonsumsi gula.

Karena itu, Aptri menyimpulkan kalau data produksi yang direndahkan dan data kebutuhan yang ditinggikan hanya sebagai alasan bagi Kemdag untuk menaikkan jumlah impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×