Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Ketua KPPU Kodrat Wibowo mengatakan, pihaknya akan mendalami laporan dari PPRN tentang adanya dugaan praktek kartel ayam yang dilakukan oleh para korporasi besar. Ia mengakui memang terdapat kemungkinan persoalan di hulu, yakni pasar pakan dan DOC yang tidak seimbang. “Karena ini (DOC dan Sapronak) tergantung para integrator-integrator,” kata Kodrat.
Kodrat berpendapat, dalam UU Cipta Kerja, terdapat turunan PP No.7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang secara tegas mengatur bahwa korporasi tidak boleh mencari keuntungan sendiri atau kelompoknya. Tetapi harus bermitra dengan peternak mandiri yang tidak punya akses kuat terhadap DOC dan Sapronak.
“Pada konteks kemitraan memang belum terbukti ada unsur penguasaan dan pengendalian. Tetapi praktek di lapangan namanya ada (pengusaha) besar dan kecil, yang kecil jadi objek eksploitasi,” ujar Kodrat.
Baca Juga: Perum Bulog telah serap 121.000 ton gabah/beras petani
Sementara anggota DPR Komisi IV Fraksi Partai Demokrat, Muslim mengakui persoalan dugaan kartel ayam bukan hal yang baru dan semakin parah. Pihaknya berjanji akan memanggil unsur Pemerintah, yakni Kementerian Pertanian untuk melindungi peternak mandiri. “Agar ada ketegasan lah dari Pemerintah. Jangan hanya berpihak pada korporasi-korporasi besar,” kata Muslim.
Muslim menyebut terdapat dua integrator raksasa yang ditengarai menguasai bisnis perunggasan dari hulu ke hilir. Mulai dari pembibitan ayam indukan broiler (pedaging), GPS (grand parent stock), pakan, dan bahkan bermain pada budi daya dan menjual di pasar tradisional. Data Kementerian Pertanian menyebutkan Indonesia mengimpor 707.000 bibit ayam GPS dengan nilai Rp 415 miliar per tahun pada 2019. Pada 2021, impor bibit ayam GPS mencapai 600.000 ekor.
Selanjutnya: Jaga stabilitas harga pangan, Gubernur Jateng dan Wamendag pacu kinerja SRG
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News