Reporter: Agustinus Beo Da Costa, Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
Pembubaran Petral jadi topik, pasca ada rencana presiden terpilih Joko Widodo membubarkannya. Pro kontra pun terjadi. Maklum, dari trading minyak perusahaan Pertamina di Singapura itulah, mafia gas memperoleh rezeki yang tak sedikit.
Wacana pembubaran PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang berbasis di Singapura menimbulkan pro dan kontra di pelaku usaha minyak dan gas bumi (migas). Terutama setelah Tim Transisi Joko Widodo–Jusuf Kalla membuka wacana adanya rencana pembubaran Petral lantaran perusahaan trading tersebut diduga jadi sarang mafia migas.
Dugaan Petral menjadi sarang mafia migas ini tegas di bantah Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina, Muhamad Husen. Sebab selama ini Petral sudah berulang kali di periksa tapi tak ada bukti praktik mafia migas di sana. "BPK juga sudah memeriksa bolak-balik dan tidak terbukti kan, toh yang datang kesana juga macam-macam tak terbukti sama sekali," jelasnya.
Pun demikian, Pertamina tak mau reaktif dengan pelbagai wacana yang berkembang. Husen menegaskan, Pertamina sampai saat ini menunggu kebijakan dari pemerintah. "Saya siap saja apa kebijakan pemerintahan baru nanti terhadap Petral, kalaupun dibubarkan ya silakan," katanya kepada KONTAN, pekan lalu.
Pertamina menegaskan, tidak ada kerugian apapun terhadap perseroan jika pilihan kebijakan pemerintah baru akhirnya menginginkan agar Petral dibubarkan. "Dampaknya tidak besar, toh sampai hari ini bisnis-bisnis hilir di Pertamina kalau dari dampak keuangannya tidak besar," klaimnya.
Husen membeberkan, fungsi Petral di Singapura hanya menampung minyak-minyak yang dipasok oleh trader di Singapura. Jadi, dari sisi Pertamina tidak berdampak pada keuangannya.
Hanya, Ketua Dewan Pembina Komunitas Migas Indonesia Iwan Ratman berpendapat, saat ini untuk kebutuhan pasokan minyak, peran Petral sangat dibutuhkan. Pasalnya, pasokan minyak untuk Indonesia sendiri juga bergantung pada Petral. "Kalau Petral bubar, Bahan Bakar Minyak (BBM) langka, siapa yang dirugikan, pemerintah juga kan," urainya.
Pengamat sekaligus praktisi migas John Karamoy juga senada mengatakan sebaiknya pemerintahan Jokowi-JK tidak perlu membubarkan Petral. Hanya, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki praktik tidak benar yang dilakukan Petral. "Kalau mau dibubarkan ya cara-cara mereka yang gak benar," tegas dia.
Menurutnya, soal mafia migas memang sulit dipisahkan dari Petral, sebab setiap transaksi minyak yang terjadi di Petral selama ini penuh permainan. Indonesia sering mengimpor minyak mentah dan produk BBM. "Petral selama ini yang menangani impor minyak mentah dan BBM untuk Indonesia. Nah, di sinilah terjadi permainan," ujarnya.
Ke depannya, kata Karamoy, sebaiknya Pertamina sendiri yang menangani ekspor dan impor minyak mentah dan BBM untuk kebutuhan negara.
Dengan begitu, jika mendapatkan diskon saat melakukan bisnis impor minyak mentah maupun BBM ini langsung didapatkan dan dinikmati oleh negara, bukan broker.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News