Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Perusahaan jasa pertambangan dan migas, PT Petrosea Tbk (PTRO) dalam waktu dua tahun ke depan akan merampungkan proyek pelabuhan jasa penunjang migas dan perluasan logistik di lepas pantai Kariangau, Kalimantan Timur. Pada proyek itu PTRO menganggarkan dana hingga US$ 61 juta.
Direktur Petrosea, Mochamad Kurnia Ariawan menjelaskan, manajemen Petrosea ingin pada tahun-tahun ke depan tidak hanya mengandalkan bisnis pertambangan. Karena itu, perusahaan ini akan fokus menggenjot bisnis jasa penunjang migas.
Manajemen perusahaan ini menargetkan kontribusi dari bisnis penunjang migas mencapai 30% dari total pendapatan. "Tahun ini baru sekitar 10%," terangnya, usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Senin (20/4).
Kurnia memperkirakan, proyek pelabuhan di Kariangau akan rampung Mei 2017. Proyek ini sudah dikerjakan sejak September 2014. Adapun progres konstruksi sudah mencapai 20%. "Kami perkirakan tahun ini proyek Kariangau menyerap investasi sekitar US$ 45 juta-US$ 50 juta," tandasnya.
Anggaran pembangunan proyek pelabuhan Kariangau ini akan menghabiskan alokasi belanja modal paling besar sepanjang tahun ini. Maklum, manajemen PTRO ingin proyek Kariangau terbangun 80% di akhir tahun ini.
Selain untuk membiayai proyek Kariangau, manajemen perusahaan ini mengalokasikan anggaran belanja modal untuk biaya perawatan peralatan. Hanya saja Kurnia tak memerinci berapa besar anggaran belanja modal tahun 2015. Yang pasti manajemen PTRO memenuhi kebutuhan anggaran tersebut dari kas internal sebanyak 25% dan sumber eksternal sebanyak 75%.
Kurnia hanya menyebut anggaran belanja modal lebih besar dari tahun lalu yang mencapai US$ 44,3 juta. Sebagai catatan pada 2013 silam anggaran belanja modal PTRO mencapai US$ 31,6 juta.
Petrosea memang tak bisa mengandalkan bisnis jasa pertambangan semata. Sebab bisnis ini tampak lesu sejak tahun lalu. Lihat saja, pendapatan PTRO tahun lalu turun 3,4% menjadi US$ 347,97 juta, dari US$ 360,09 juta pada tahun 2013. Penurunan tersebut akibat volume pengupasan lapisan tanah penutup (overburden removal) turun sekitar 7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sekitar 141 juta bank cubic meter (bcm).
Walhasil bottom line alias laba bersih PTRO juga merosot tajam 86,98% dari US$ 17,3 juta pada tahun 2013, menjadi cuma US$ 2,25 juta di akhir tahun lalu. Kini manajemen PTRO berharap dengan fokus ke jasa migas, penghasilan bisa ikut meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News