Reporter: Dani Prasetya | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kebutuhan gas industri untuk 2012 akan dipasok oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui alokasi tambahan yang disalurkan BP Migas. Alokasi tambahan itu akan digunakan untuk memasok kebutuhan gas sambil menanti rampungnya terminal penerima terapung (floating terminal receiving) pada akhir 2012.
"Sambil menunggu floating terminal receiving-nya selesai akhir 2012, kekurangan gas akan kita penuhi dari impor atau PGN yang dapat jatah lebih dari BP Migas," ucap Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, usai bertemu dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Yukio Edano di Kementerian Perindustrian, Kamis (22/9).
Dia mengaku, telah meminta BP Migas agar memberi kepastian pasokan gas tambahan untuk PT PGN sebelum floating terminal receiving rampung. Sehingga kasus penghentian pasokan gas di tengah produksi seperti yang terjadi di wilayah Jawa Timur tidak terulang. Apalagi PT PGN yang menyetop penyaluran gas itu juga merasa mendapatkan penghentian pasokan gas dari BP Migas. Namun, Hidayat menegaskan, belum mendapatkan besaran tambahan pasokan gas yang akan disepakati dengan BP Migas.
Apabila saat negosiasi telah disepakati harga gas dilepas pada level komersial maka pemerintah akan menyetujuinya asalkan ada jaminan kestabilan pasokan. "Kalau untuk industri dikenakan harga komersial, tidak masalah asalkan gas ada. Jangan sampai sudah diputuskan komersial, tapi gasnya tidak mengalir secara baik," katanya.
Sayangnya, pasokan gas, menurutnya, selalu menghilang ketika harga dilepas dengan harga rendah. "Nanti baru kita negosiasikan harganya kalau rencana infrastruktur gas," ucapnya ditemui terpisah.
Rencana yang digarap bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut akan dirilis untuk memfasilitasi daerah industri yang belum dilengkapi sarana penerima gas.
Nantinya, jelas Hidayat, gas dari beberapa sumber gas dalam negeri, misalnya Tangguh, akan disalurkan menuju sentra-sentra industri menggunakan terminal penerima terapung (mobile receiving terminal) sehingga dapat digunakan tahun depan. "Akhir tahun baru selesai," tambahnya.
Direktur Industri Kimia Dasar Ditjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian Tony Tanduk menambahkan, industri masih akan mengandalkan hasil produksi gas dalam negeri sebagai sumber pemasok kebutuhan industri pupuk, baja, dan lainnya. "Impor salah satu alternatif saja," ujarnya.
Kebutuhan untuk seluruh pabrik urea termasuk PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebesar 807 mmscfd baru mendapat jaminan kontrak sebesar 793 mmscfd. Sekitar 110 mmscfd di antaranya merupakan kebutuhan PT PIM. "Belum ada kontrak baru dan hanya dipasok melalui SWAP gas dari Gas Kaltim (Kalimantan Timur)," jelasnya.
Untuk diketahui, kekurangan pasokan gas bumi untuk industri pupuk dan lainnya sekitar 1700 MMSCFD di Pulau Jawa pada 2012-2014 masih belum mendapatkan kontrak penyuplai. Kebutuhan gas industri di Pulau Jawa masih belum mendapat kontrak penyuplai. Hanya Jawa bagian tengah saja yang telah mengantongi kontrak suplai dari PT Titis Sampurna.
Mengenai harga gas, Tony mengatakan, untuk industri pupuk maksimal dipatok sebesar US$ 3 per mmbtu karena terkait dengan kebutuhan petani. Sementara harga yang diberikan untuk industri lainnya sebesar US$ 5 per mmbtu.
Sekjen Kementerian Perindustrian Anshari Bukhari menambahkan, kebutuhan gas industri belum bisa terpenuhi secara total dari pasokan dalam negeri. Sebagai gambaran, kebutuhan gas untuk industri pupuk sekitar 850 mmscfd baru terpenuhi 85%, sedangkan industri lainnya sebesar 1900 mmscfd baru bisa terpenuhi 65%. "Sebabnya, harga yang naik terus," katanya.
Untuk mengatasi hal itu, lanjut Anshari, pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan BP Migas dalam hal penjaminan suplai untuk industri pupuk. Selain itu, menjalin nota kesepahaman antaran PT PGN dengan Forum Industri Pengguna Gas Bumi(FIPGB) serta menjajaki sumber gas seperti Tangguh dan lokasi di negara lain.
Sebagai informasi, kebutuhan gas untuk industri di wilayah Jawa bagian barat (region IV) diperkirakan meningkat dengan stabil dari 1319,45 MMSCFD pada 2010, 1357,29 MMSCFD pada 2011, 1359,35 MMSCFD pada 2012, 1360,65 MMSCFD pada 2013, dan 1362,00 MMSCFD pada 2014.
Industri pupuk mengambil porsi sebesar 108 MMSCFD setiap tahunnya, sedangkan sisanya diambil industri lainnya.
Untuk suplai, hanya akan tersedia 637 MMSCFD pada 2011 dengan porsi 99 MMSCFD diambil industri pupuk, sedangkan sisanya untuk industri lainnya. Untuk rentang 2012-2014, pemerintah masih belum bisa mendapatkan kontrak suplai. Pada 2011 saja, suplai hanya mampu menutupi separuh dari total kebutuhan gas.
Untuk Jawa bagian tengah (region V), katanya, relatif aman. Selain kebutuhan gas yang relatif kecil, wilayah itu sudah mendapat jaminan suplai dari PT Titis Sampurna. Secara total, kebutuhan gas untuk region itupun relatif meningkat tipis. Dari 2010 sebesar 17,36 MMSCFD meningkat menjadi 18,12 MMSCFD pada 2011. Angka itu diperkirakan meningkat menjadi 19,02 MMSCFD pada 2012, 19,97 MMSCFD pada 2013, dan 20,96 MMSCFD pada 2014.
Suplai gas itu akan digunakan oleh industri selain pupuk dengan pasokan aman secara berkelanjutan untuk periode 2011-2014 dari PT Titis Sampurna.
Lalu, pemerintah kembali harus mencari pasokan gas untuk industri selain pupuk pada periode 2012-2014 di Jawa bagian timur (region VI). Dari segi permintaan dan ketersediaan pasokan sebenarnya dipastikan akan ada kekurangan. Pada 2010 gas yang dibutuhkan sekitar 401,93 MMSCFD lalu meningkat menjadi 446,45 MMSCFD pada 2011.
Kebutuhan diperkirakan meningkat lagi menjadi 450,33 MMSCFD pada 2012, turun tipis menjadi 448,80 MMSCFD pada 2013, dan naik lagi menjadi 450,06 MMSCFD pada 2012. Industri pupuk mengambil porsi sebesar 65 MMSCFD setiap tahunnya, sedangkan sisanya diambil industri lainnya.
Sayangnya, suplai kontinu 2011-2014 hanya akan didapat industri pupuk. Industri lainnya hanya akan dapat jaminan pasokan pada 2011 sebesar 128 MMSCFD. Jumlah itu saja masih jauh di bawah kebutuhan. Untuk periode 2012-2014 industri selain pupuk harus gigit jari karena belum ada jaminan kontrak suplai gas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News