Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah situasi pandemi Covid-19, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus bergulir di bisnis berbasis digital dan tak terhindarkan. Banyak perusahaan terpaksa mengambil kebijakan tersebut demi mempertahankan keberlangsungan usaha, mulai dari perusahaan berusia cukup tua sampai yang berstatus rintisan (startup).
Seperti baru-baru ini, Gojek melakukan PHK terhadap 430 karyawan. Sebelumnya ada Bukalapak dan OYO sudah lebih dahulu melakukan itu. Padahal, semula sektor bisnis tersebut sempat digadang-gadang sebagai bisnis masa depan.
Baca Juga: Amvesindo: Potensi PHK di perusahaan rintisan masih bisa berlanjut
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Rhenald Kasali menyebut, pengurangan karyawan memang merupakan opsi terakhir, termasuk pada situasi pandemi saat ini.
"Kemungkinan besar mereka akan mengalami hal-hal seperti itu dengan adanya pandemi. Hari ini pandemi terkena dampaknya kepada semua orang mau orang tua, mau anak muda, anak kecil, semua kena. Semuanya harus bisa merampingkan diri agar tidak terkena dampaknya, makanya semuanya dituntut efisiensi jadi melakukan PHK. Bukan karena kehendak mereka, bukan karena ekonominya tidak sesuai, tetapi karena cuacanya lagi buruk jadi semuanya harus melakukan perampingan," kata Rhenald saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/6).
Menurutnya, yang namanya perusahaan yang masih muda (startup) saat ini jumlahnya banyak, nanti kalau misalnya sudah dewasa terjadi seleksi alam. Ia menyebut, setelah pandemi ini atau menjelang pandemi berakhir yang tidak tahu kapan, nanti akan terjadi yang namanya ME shock yaitu merger dan akuisisi, terjadi perusahaan-perusahaan besar merger satu sama lain.
"Terjadi pembicaraan di kalangan para owner dan investor untuk menyatukan perusahaan mereka. Mereka semua investasi dimana-mana namun setelah besar si pemilik saham yang lama mundur. Ya memang strateginya seperti itu. Terutama kan carinya valuasi bukan profit. Followers nya tinggi harga bagus mereka mundur, oleh pemiliknya disatukan atau di merger otomatis nanti akan terjadi efisiensi antara kedua perusahaan artinya satu dengan satu bukan menjadi dua tapi menjadi tiga karena ada penghematan," paparnya.
Baca Juga: Begini pandangan pengamat bisnis Universitas Binus terkait PHK di perusahan rintisan
Ia mengatakan, proses merger dan akuisisi terjadi bukan hanya di perusahaan startup tetapi juga terjadi di perusahaan offline antara yang kelebihan cash flow dengan yang kekurangan cash flow bisa saja mengalami hal seperti itu.
"bisnis tersebut memang sangat serius di mata para pemilik/pendiri/venture capital jadi tidak benar bahwa startup ini telah berakhir. Saat hari ini saya dengar banyak anak muda yang mendirikan ribuan startup baru yang karyawannya masih lima orang sampai kira-kira 100 orang," tekan Rhenald.
Rhenald mengungkapkan, bisnis digital setelah pandemi justru akan semakin meningkat terutama adalah yang menyangkut kesehatan akan meningkat pesat, learning, dan kecerdasan buatan juga meningkat pesat. Sementara dalam bidang-bidang tertentu yang saat ini sedang mengalami kelesuan sementara antara lain, pariwisata.
Karena menurutnya, setelah ini masyarakat sudah gatal untuk pergi berwisata hanya saja tidak bisa berwisata internasional karena terjadi isolasi di masing-masing negara secara mandiri. Masyarakat nantinya akan lebih memilih pariwisata lokal. Jadi pariwisata lokal yang akan bangkit setelah pandemi.
Baca Juga: Sepinya permintaan segmen Golife jadi alasan Gojek PHK karyawannya
Selain itu kebutuhan online tetap diberlakukan, semua orang nantinya tidak mau pegang uang cash maka tetap akan dibutuhkan dan semakin meningkat antara lain, link aja yang meningkat pesat, marketplace juga nanti akan meningkat secara pesat tergantung pada bidangnya, kemudian online game menurutnya hampir semuanya naik secara pesat.
Ia juga memberikan tips agar bisnis digital bisa bertahan. Pertama adalah mempunyai sumber pendapatan yang real tidak bisa hanya mendapatkan sumber pendapatan dari valuasi crowd nya saja. "Jadi mototized nya harus jelas, anak muda seringkali lupa bahwa bisnis itu harus ada monitisasinya sumber pendapatannya real, pendapatannya apa, ada di mana," katanya.
Kedua, harus mempunyai manajemen yang bisa membaca dashboard keuangan. Ketiga, menurutnya tambang emas di abad 21 itu adalah data. Jadi bagaimana saat ini kita semua harus bisa mengeksploitasi data.
Baca Juga: Begini cara mengatur uang pesangon untuk Anda yang baru kena PHK
Keempat yaitu, membangun kolaborasi. Jadi mendirikannya sendiri-sendiri tetapi supaya bisa memonitisasi harus ada kolaborasi dengan ekosistem, jangan hanya terpaku pada investor karena investor adalah faktor yang kelima yaitu perkuatan manajemen.
"Bila perlu mendapatkan aliansi yang disebut group of Nine dan jaringannya group of Nine itu seperti Google, Microsoft, Amazon, Facebook, Apple, Alibaba, dll," ujar Rhenald.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News