kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PLN berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Papua dan Papua Barat


Kamis, 03 Oktober 2019 / 18:45 WIB
PLN berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Papua dan Papua Barat
ILUSTRASI. PLTMG MPP Holtekamp Jayapura


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejalan dengan komitmen PLN dalam upaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia hingga mencapai 100% tahun 2020, sejak tahun 2018 BUMN tersebut berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi dua provinsi yang masih rendah, yakni Provinsi Papua dan Papua Barat.

Direktur Human Capital Management (HCM) PLN Muhamad Ali bilang upaya untuk melistriki Bumi Cendrawasih tersebut tidak mudah dilakukan, mengingat  sampai bulan Juli 2019 rasio elektrifikasi Provinsi Papua adalah 48,5% dan Papua Barat 91,22%. 

Baca Juga: Pertamina Power dan Indonesia Power jalin kerjasama operation & maintenance power

Dengan jumlah desa total 7.358 desa, masih ada sekitar 1.724 desa yang masih gelap gulita. Itulah yang menjadi dasar pertimbangan Direktorat Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN untuk menetapkan program inisiatif strategis ‘Ekspedisi Papua Terang’ di tahun 2018. Langkah awal yang dilakukan PLN ini untuk membangun sistem kelistrikan, adalah mengadakan survei kelistrikan, yang menjadi dasar menentukan tahapan atau langkah berikutnya.

Karena itu menurut Ali, sebagai kelanjutan dari Ekspedisi Papua Terang, tahun ini PLN menetapkan ‘Program 1.000 Renewable Energy for Papua’ yang merupakan kerjasama Direktorat Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN dengan Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Cenderawasih, LAPAN, dan TNI AD.

Mengutip testimoni Vita Khairunnisa, alumnus Mapala Departemen Geografi Universitas Indonesia yang ikut dalam Ekspedisi Papua Terang 2018, dirinya mengaku memperoleh banyak pengalaman selama mengikuti ekspedisi tersebut. Sejumlah manfaat diperolehnya antara lain berkesempatan melakukan riset sistem informasi geografis untuk pengembangan riset lebih lanjut, khususnya untuk memperoleh data pendukung secara lebih praktis dan efisien.

“Mengingat pelaksanaan riset sangat mahal apabila dilakukan sendiri, maka dengan mengikuti EPT, kami yang di tahun lalu juga tengah menyusun tugas akhir (skripsi), dapat sekaligus melakukan survei dan analisisnya. Memang tugas akhir saya dilakukan di daerah yang berbeda dengan lokasi EPT. Namun karena tema yang saya ambil untuk tugas akhir dengan tujuan EPT, maka dapat dilakukan data kompilasi dan kelengkapannya,” jelas dia.

Baca Juga: PTPP menurunkan target kontrak baru 2019 jadi Rp 45 triliun

Berada di Provinsi Papua sekitar satu bulan, Vita belajar banyak hal, seperti bagaimana sikap penerimaan dan penolakan dari masyarakat setempat waktu itu. Walaupun tim EPT datang dengan niat baik ingin melistriki Papua, tetapi penerimaan dari masyarakat setempat tidak selalu sama nadanya.

Bedanya dengan kondisi di daerah pegunungan, dengan kontur geografis yang memang sudah sulit dilewati, ternyata juga berpengaruh terhadap sifat dan karakter penduduknya, yang juga tidak mudah menerima apakah informasi ataupun rencana dan niat baik dari anggota tim EPT untuk membawa terang ke Papua. 

Kenyataan menunjukkan dengan lokasi yang berada di daerah yang banyak terdapat areal pertambangan, maka sebagai penduduk yang berdomisili di sana, praktis mereka tidak mendapatkan manfaat yang setimpal dari potensi sumber daya alam yang ada. 

Dari hasil kajian dan survei menurut Kepala Divisi Pengembangan Regional Maluku-Papua PLN Eman Prijono Wasito Adi, ada empat alternatif EBT yang ditawarkan dalam EPT yakni Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro, Tabung Listrik (Talis), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), serta PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya). Untuk Pikohidro menurut Vita, lebih cocok apabila diaplikasikan pada daerah yang memiliki perbedaan ketinggian.

Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro merupakan pembangkit skala sangat kecil yang memanfaatkan energi potensial air untuk menghasilkan listrik berkapasitas hingga 5.000 Watt. Energi potensial air menggerakkan turbin, sedangkan turbin memutar generator, dan generator inilah yang dapat menghasilkan listrik. 

Baca Juga: PLN unit Sulawesi teken pernjanjian jual-beli listrik dengan Ceria Nugraha Indotama

Sedangkan Tabung Listrik merupakan alat penyimpanan energi (energy storage) layaknya power bank, yang digunakan untuk melistriki rumah. Cukup dengan plug-and-play, masyarakat di pedalaman Papua sudah dapat memanfaatkan listrik dengan Talis ini untuk kebutuhan penerangan hingga menyalakan televisi. Talis dapat diisi ulang di Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL).

Sementara PLTBm adalah pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan potensi energi biomassa, seperti bambu, kayu, serat kelapa sawit dan bahan organik kering lainnya. Pembakaran biomassa menghasilkan uap air bertekanan yang memutar turbin,  kemudian menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. PLTBm yang dikembangkan oleh PLN Regional Maluku dan Papua berkapasitas 3 kW– 10 kW.

Seperti yang kita kenal selama ini Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), menjadi alternatif melistriki daerah yang sulit dijangkau oleh transportasi darat. Karena itu dengan mengandalkan sumber energi matahari, maka sangat cocok untuk kawasan terpencil. Energi listrik disalurkan melalui jaringan tegangan rendah atau digunakan sebagai SPEL untuk Talis / Energy Storage (cadangan energi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×