kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PLN Indonesia Power Akan Eksekusi 1,06 GW Pembangkit EBT dari Proyek Hijaunesia


Rabu, 31 Januari 2024 / 14:00 WIB
PLN Indonesia Power Akan Eksekusi 1,06 GW Pembangkit EBT dari Proyek Hijaunesia
ILUSTRASI. Pembangkit lsitrik?PLN Indonesia Power.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. PT PLN Indonesia Power (PLN IP) akan mengeksekusi Proyek Hijaunesia sebesar 1,06 Gigawatt (GW) pada tahun ini. 

Proyek Hijaunesia sendiri adalah proyek PLN IP yang akan mengembangkan energi hijau sebesar 7 GW yang tersebar di 108 lokasi di seluruh Indonesia.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Niaga PLN IP Bernadus Sudarmanta mengatakan, tahun ini PLN IP akan merintis 1,06 GW pembangkit EBT dengan perincian 1 GW PLTS dan 60 MW sisanya turbin angin. 

“Kami targetkan untuk PLTS sampai 2024 bisa selesai 500 MW di 5 lokasi di mana tiga PLTS merupakan terapung (floating base) dan dua land base. Kemudian 500 MW sisanya dalam proses,” ujarnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Selasa (30/1). 

Bernadus memerinci, tiga PLTS terapung tersebut adalah PLTS di Bendungan Jatigede sebesar 100 MW, PLTS Gajah Mungkur (100 MW), dan PLTS Kedung Ombo (100 MW). 

Dia mengungkapkan, sumber pendanaan sejumlah proyek PLTS tersebut bersumber dari beberapa lender salah satunya dari anggota Just Energy Transition Partnership (JETP). 

Baca Juga: PLN Indonesia Power Jajaki Kerja Sama Pembangkit EBT hingga Hidrogen dengan Finlandia

Di tahun ini, Bernadus mengakui belum bisa dengan masif menggarap Proyek Hijanuesia karena ada beberapa tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan proyek EBT. Beberapa aral-melintang itu cukup kompleks karena menyangkut masalah penyediaan lahan, perizinan, hingga pendanaan. 

Dalam hal pendanaan salah satu yang paling menghambat ialah tuntutan kebijakan konten lokal atau tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). 

“Di satu sisi kita diminta memenuhi peraturan TKDN. Tetapi sisi lain harus memenuhi target tarif  listrik yang sudah diatur diatur dalam Perpres 112/2022. Memang ini cukup menantang, seringkali kalau kita mengejar minimize cost itu kebanyakan harus meminta relaksasi TKDN,” terangnya. 

Tantangan lain berasal dari internal PLN yang masih melakukan optimasi sistem dalam menerima listrik dari sumber pembangkit intermiten seperti PLTS. PLN harus memperhitungkan dampak masuknya setrum yang fluktuatif terhadap stabilitas sistem kelistrikan. 

Kedua tantangan itu yang membuat PLN tidak serta-merta mendapatkan karpet merah dalam pengembangan EBT di Indonesia. Menurut Bernadus, pembangunan pembangkit hijau skala besar yang masuk ke dalam sistem kelistrikan (on grid) harus dibangun atas kesepakatan bersama. 

“Dalam hal ini bagaimana transisi energi dapat dikejar, keekonomian proyek tercapai, sembari mempertimbangkan stabilitas dan keberlanjutan sistem kelistrikan,” imbuh Bernadus. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×