Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berupaya menyelesaikan proyek 34 pembangkit listrik yang mangkrak pada program Fast Track Program 10.000 MW tahap 1 dan FTP 10 MW tahap II pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pembangunan ini dilanjutkan lantaran pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi jilid IX akan memberikan kemudahan bagi PLN mendapatkan pendanaan proyek. Seperti penyertaan modal negara, penerusan pinjaman pemerintah, penerbitan obligasi, atau utang lainnya.
PLN juga mendapatkan kemudahan pembebasan pajak hasil atas revaluasi aset dan mengurangi jumlah deviden yang harus disetor ke negara. Selain itu, PLN juga mendapatkan kebebasan berinovasi dalam pengadaan barang dan jasa yang menggunakan anggaran kas internal.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjelaskan, rata-rata 34 pembangkit mangkrak tersebut berada di daerah-daerah terluar, dan terpencil di Indonesia. Pembangunan pembangkit listrik ini belum terselesaikan sehingga banyak masyarakat yang justru menjadi korban.
Sebagian besar pembangkit listrik tersebut merupakan pembangkit jenis PLTU dan PLTG dengan kapasitas pembangkit kecil dengan rata-rata hanya mencapai 7 MW, 10 MW, dan 20 MW. Dengan kapasitas yang kecil tersebut, Sofyan mengaku PLN bisa menyelesaikan pembangunan 34 pembangkit listrik tersebut dengan dana dari PLN.
"Dana dari internal PLN. nilainya tidak sampai Rp 10 triliun," jelas Sofyan pada Kamis (28/1) dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR.
Sofyan pun mengaku kendala pembangunan pembangkit listrik pada FTP tahap 1 dan FTP tahap 2 diyakini tidak akan terulang kembali dalam program 35.000 MW. Untuk itu, dalam proyek 35.000 MW, PLN telah melakukan penandatanganan Purchasing Power Agreement (PPA) dengan total kapasitas listrik mencapai sekitar 17.000 MW hingga Desember 2015 yang terdiri dari 13.000 MW untuk program 35.000 MW dan 4.000 MW sisa dari proyek FTP tahap 1 dan FTP tahap 2.
PLN pun memastikan para pengusaha independent power producers (IPP) yang telah menandatangani PPA adalah pengusaha-pengusaha bonafit dan telah berpengalaman. "Kami meminta bank garansi yang lebih besar dan uang muka yang lebih besar. Jadi tidak akan terjadi seperi FTP 1 dan 2," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News