Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia mesti bersiap dengan potensi kenaikan harga minyak mentah dunia, yang dipicu oleh perang antara Iran dan Israel.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (ASPERMIGAS), Moshe Rizal mengatakan, Iran memiliki peran penting pada perdagangan minyak di selat Hormuz, selat ini adalah selat yang memisahkan Iran dengan Uni Emirat Arab, dan 20% perdagangan minyak dunia dilakukan melalui selat ini.
"Bisa melonjak harga minyak cukup drastis, apalagi kalau posisi Iran, dia menguasai yang namanya Selat Hormuz, 20% dari perdagangan minyak lewat situ," ungkap Moshe saat dihubungi Kontan, Minggu (15/06).
Sebagai gambaran, harga minyak mentah telah mengalami penguatan, sejak Israel melayangkan serangan terhadap Iran.
Mengutip Investing, Sabtu (14/6) harga minyak Brent kontrak Agustus 2025 naik 7,02% senilai US$ 74,23 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juli 2025 naik 7,26% ke level US$ 72,98 per barel.
Terkait prediksi harga minyak di tengah perang Iran dan Israel, Moshe bilang kenaikan bisa saja terjadi di atas US$ 85 per barel, ini juga melihat pada kejadian perang Rusia dan Ukraina, yang membuat harga minyak tembus US$ 90 per barel.
"Bisa lebih dari US$ 85, kalau kita melihat perang sebelumnya, Rusia sama Ukraina itu (harga minyak) sempat US$ 90," tambahnya.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah di Bawah US$ 70, Begini Dampak terhadap Industri Manufaktur
Hal senada juga diungkap oleh praktisi senior industri migas sekaligus Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo. Perang antara Iran dan Israel menurutnya lebih kompleks dari peran sebelumnya, selain Selat Hormuz yang memiliki potensi ditutup, Semenanjung Tanduk Afrika juga memiliki potensi serupa.
"Selat Hormuz bisa sewaktu-waktu di tutup Iran dan pintu satu lagi yaitu Semenanjung Tanduk Afrika yang sering diganggu oleh Haouthi, sekutu Iran melawan Israel," ungkapnya.
Lebih lanjut dia bilang, Jika eskalasi perang terus berlanjut maka minyak bisa berada pada kisaran rata rata annualy pada kesetimbangan baru di level US$ 75 per barel hingga US$ 85$ per barel.
"Jika PBB, USA, Rusia, China dan negara-negara Arab di Teluk (GCC) sendiri tidak bisa menghentikan perang, maka harga minyak akan bisa masuk koridor yg lebih tinggi lagi," ungkapnya.
Dampak Kenaikan Harga Minyak Mentah Global ke ICP hingga BBM
Sebagai salah satu negara net importir minyak mentah, alias produksi minyak masih lebih kecil daripada impor, Ismoyo bilang kenaikan harga minyak global akan berpengaruh pada kenaikan harga Indonesian Crude Oil Price (ICP).
"Benar ada potensi kenaikan (ICP), karena ICP secara umum dihitung berdasarkan rata rata tertimbang selama satu bulan, harga minyak dunia. Otomatis kenaikan Brent akan berpengaruh kepada ICP kita," kata dia.
Pada bagian hilir penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM), ICP digunakan sebagai salah satu komponen dalam perhitungan harga jual eceran (HJE) BBM non-subsidi, khususnya untuk jenis BBM Umum seperti Pertamax.
Meski begitu, Ismoyo bilang kenaikan ICP seharusnya tidak langsung membuat harga BBM non-subsidi naik, khususnya jika kenaikan ICP tidak lebih dari US$ 85 per barel.
"Namun jika kenaikkannya (ICP) masih dalam koridor US$ 75 hingga US$ 85 per barel. Seharusnya tidak perlu (non-subsidi) naik karena asumsi APBN ICP ada di angka US$ 82 per barel," jelasnya.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Dunia Tertekan, Intip Proyeksinya ke Depan
Disisi lain, secara garis besar menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar anggaran negara untuk mengimpor BBM juga akan naik juga, baik untuk anggaran subsidi (Pertalite) maupun non subsidi.
"Yang BBM Public Service Obligation (PSO) tentunya akan jadi beban APBN dan ini akan lumayan memberatkan ditengah kondisi keuangan negara yang tidak baik-baik saja. Sedangkan yang Non-PSO berpotensi terjadi kenaikan harga yang harus ditanggung oleh masyarakat," jelas dia.
Sebagai tambahan, Indonesia sampai saat ini masih mengimpor dua jenis minyak dari luar negeri. Yang pertama, jenis minyak mentah (crude oil) dan BBM.
Berdasarkan data Kementerian ESDM sepanjang tahun 2023, Indonesia telah mengimpor 297 juta barel, dengan pembagian 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk BBM.
Selanjutnya: Sebulan Harga Emas Antam Naik 5,04 Persen, Hari Ini Tak Bergerak (15 Juni 2025)
Menarik Dibaca: iPhone 13 Pro Max Harga Juni 2025 Turun! Cek Fitur Lengkapnya & Kelebihannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News