Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Sebagai informasi, pada 27 Februari 2020 lalu, PLN dan PT Pertamina (Persero) telah menandatangani Head of Agreement (HoA) terkait penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur LNG untuk pembangkit tenaga listrik milik PLN. Pertamina selaku holding migas BUMN memandatkan subholding gas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) untuk menyediakan pasokan dan pembangunan infrastruktur LNG pembangkit ini.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat itu mengatakan, gasifikasi terhadap 52 pembangkit itu dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama akan merampungkan lima pembangkit di tahun ini.
Nicke bilang, total kapasitas dari 52 pembangkit tersebut berkisar di angka 1.870 Megawatt (MW). Menurut dia, pasokan gas yang diperlukan untuk gasifikasi tersebut sekitar 167 billion british thermal unit per day (BBTUD).
Baca Juga: Ini tujuh program gasifikasi nasional PGN untuk perkuat subholding gas
Program gasifikasi tersebut dimulai pada tahun ini dan ditargetkan selesai awal 2022. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menyampaikan dengan pengubahan dari BBM ke LNG ini, PLN bisa menghemat biaya operasi sekitar Rp 4 triliun per tahun
Zulkifli bilang, biaya operasional (opex) PLN untuk pembangkit BBM sebelumnya berkisar di angka Rp 16 triliun, dan akan berkurang menjadi Rp 12 triliun per tahun melalui gasifikasi ini. "Kami mengubah yang tadinya opex dalam bentuk BBM menjadi opex gas. Dari sisi kami penghematan Rp 4 triliun," sebutnya.
Zulkifli memaparkan, konsumsi BBM untuk pembangkit PLN berkisar di angka 3,1 juta kilo liter (KL) per tahun. Dengan gasifikasi di 52 pembangkit ini, PLN menghemat konsumsi BBM sebanyak 2,1 juta KL.
Baca Juga: Ini ikhtiar Pertamina kembangkan bahan bakar dari sumber energi terbarukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News