Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN saat ini dalam proses meningkatkan (upgrade) teknologi di bagian Control Center supaya siap menampung dan mengakomodir listrik hijau dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT).
General Manager Unit Induk Pusat Pengatur Beban Jawa, Madura, dan Bali (UIP2B Jamali), Munawwar Furqan menjelaskan, dalam beberapa waktu ke depan sistem Jawa-Bali akan kedatangan listrik hijau dari beberapa pembangkit EBT.
Pada 27 Oktober 2023 mendatang, PLTS Terapung Cirata berkapasitas 145 Megawatt (MW) atau yang disebut-sebut sebagai PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara akan segera beroperasi. Tidak lama setelahnya, ada juga PLTS di Bali berkapasitas 2x50 MW.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Percepatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukkan
“Di sistem Jawa-Bali kami memperbaiki control center kami yang sudah obsolete atau teknologinya ketinggalan jadi tidak bisa cover masuknya energi terbarukan. Maka kami upgrade ke depan bisa mengakomodir PLTB, PLTS Battery Storage dengan sistem yang jauh lebih canggih ke depan,” jelasnya dalam acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 di Jakarta, Selasa (19/9).
Munawwaar mengatakan, proses pemutakhiran teknologi di control center sedang berlangsung saat ini. Dia menjelaskan lebih lanjut, melalui upaya upgrade teknologi PLN akan mengoperasikan smart control center yang bisa mengakomodir variable renewable energy (VRE) ke depan jauh lebih baik.
“Jadi semakin banyak VRE yang masuk ke sistem Jawa Bali, kami sudah siap,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu yang terpenting untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan di dalam negeri ialah prakiraan (forecasting) cuaca. Dengan begini, pasokan listrik dari pembangkit intermiten bisa terlihat dan PLN dapat menyiapkan cadangan dari sistem ketenaglistrikan yang sudah ada.
“Semakin sering data di-update ke forecaster, maka data semakin akurat,” terangnya.
Baca Juga: Molor Lagi, Revisi Permen PLTS Atap Terganjal Proses Ini
Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo menjelaskan, sebaiknya Indonesia melakukan inventarisasi untuk mendapatkan data forecast itu sendiri.
“Misalnya lembaga yang melakukan prakiraan cuaca (weather forecast) kita sudah ada BMKG tetapi seberapa besar kerja samanya ini yang harus di-expand. Bisa nanti dikerjasamakan dengan PLN atau third party lainnya,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, Indonesia perlu mengembangkan basis data cuaca meski hanya memiliki dua musim, hujan dan kemarau.
Faktor cuaca sangat berpengaruh pada pembangkit hijau yang mengandalkan sumber daya alam (SDA) seperti matahari. Meski di musim kemarau cuaca panas, tetapi perbedaan kondisi awan di tiap-tiap pulau berbeda dan performa pembangkit bisa ikut berubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News