Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap masih terganjal proses klarifikasi perhitungan ulang dampak pembangkit surya atap kepada PT PLN.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, pihaknya sudah bekerja merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang PLTS Atap sejak September 2022. Bahkan idenya, di tahun lalu revisi kebijakan ini seharusnya sudah rampung.
“Saat ini proses Revisi Permen PLTS Atap sudah selesai proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM sudah disampaikan ke presiden. Nah kami sekarang ada berapa pertanyaan yang sedang kami klarifikasi, salah satu isunya apakah ini akan menambah beban pemerintah di PLN,” ujar Dadan dalam konferensi pers di acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 di Jakarta, Senin (19/9).
Baca Juga: Mengungkap Investor Pengelola Pulau Rempang
Dadan menambahkan, berdasarkan peraturan existing saat ini yakni Permen ESDM 26 Tahun 2021, pelanggan bisa mengekspor listrik 100% ke PLN dan bisa digunakan nantinya. Pada aturan baru yang direvisi, ekspor listrik ini ditiadakan atau 0% sehingga seharusnya lebih baik dari sisi pemerintah.
“Ini yang kami sedang memastikan penjelasan supaya lebih lengkap,” ujar dia.
Sebagai informasi, ada sejumlah poin yang akan tertera di dalam revisi aturan tersebut yakni tidak adanya pembatasan kapasitas PLTS atap maksimum 100% daya terpasang melainkan berdasar kuota sistem. Peniadaan ekspor kelebihan listrik.
Kemudian, penghapusan biaya kapasitas untuk pelanggan industri (sebelumnya 5 jam). Waktu pengajuan pemasangan PLTS atap yang dibatasi 2 kali dalam setahun. Dan adanya ketentuan peralihan untuk pelanggan existing yang telah memasang PLTS atap sebelum revisi dikeluarkan.
Baca Juga: Proyek PLTS 50 MW di Kalimantan Diperkirakan Rampung pada 2024
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, revisi Permen ESDM No 26/2021, walaupun dalam pandangan AESI tidak ideal, tapi merupakan win-win solution bagi PLN dan pelaku usaha PLTS Atap dan konsumen dalam kondisi over capacity listrik saat ini.
“Fakta ini harus diterima oleh semua pihak, dengan harapan situasi di masa depan akan semakin membaik dan PLTS Atap masih bisa tumbuh,” ujar dia beberapa waktu lalu.
Menurutnya, revisi Permen ESDM bisa memberikan kepastian bagi konsumen yang ingin memasang PLTS Atap dan pelaku usaha. Selain itu dapat mendukung tercapainya target Program Strategis Nasional PLTS Atap sebesar 3,6 GW pada 2025.
Adapun sejak pemerintah mengumumkan revisi permen, banyak calon pelanggan PLTS atap dari berbagai sektor cenderung menunggu (wait and see) sehingga peningkatan jumlah pelanggan dan kapasitas terpasang PLTS atap hingga tengah tahun 2023 masih lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“AESI mendesak agar revisi peraturan ini, yang saat ini masih tertahan di meja Presiden, segera disahkan, sehingga memberikan kepastian bagi konsumen dan pelaku usaha yang saat ini masih wait and see,” tegasnya.
Baca Juga: Sinar Mas Bangun Pabrik Sel dan Modul Surya di Jawa Tengah
Adanya kepastian ini juga akan membuat sistem PLTS Atap yang telah dipasang di berbagai bangunan komersial dan industri sejak tahun lalu, yang diperkirakan telah mencapai 200-300 MWp, dapat segera tersambung.
AESI menyadari meski peniadaan ekspor kelebihan listrik akan menurunkan keekonomian PLTS atap terutama untuk pelanggan rumah tangga kecil, yang beban puncaknya cenderung di malam hari. Tetapi kepastian dan jaminan kemudahan prosedur pemasangan sesungguhnya menjadi faktor penting bagi kelompok rumah tangga mewah atau early adopters.
Early adopters yaitu pengadopsi teknologi yang tidak terlalu sensitif pada keekonomian yakni kelompok rumah tangga R2 (3.500 VA-5500 VA) ke atas.
Berdasarkan survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di 7 provinsi di Indonesia pada 2019 - 2021 terdapat 2% rumah tangga yang masuk dalam kategori early adopters, dan early followers (yang akan mengikuti jika ada contoh dan keekonomian membaik) di kisaran 11% sampai 19%.
Baca Juga: Kementerian ESDM Beberkan Rencana Penyediaan EBT untuk IKN
Kelompok early adopters memiliki kemampuan finansial untuk memasang PLTS Atap dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembatasan ekspor.
Fabby menyatakan, pengesahan revisi Permen ESDM No 26/2021 akan memperkuat pengambilan keputusan early adopters dan early followers, termasuk membuka pilihan penggunaan sistem penyimpanan energi (baterai) untuk mengoptimalkan produksi listrik surya yang tidak bisa diekspor untuk dipakai di malam hari.
Pilihan sistem dengan baterai ini sudah mulai banyak diminati dan dengan semakin banyak pengguna, diharapkan harga sistem PLTS atap dengan baterai juga lebih menarik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News