Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
Daya listrik yang dihasilkan oleh PLTA Poso II dibatasi oleh Executive Committed Energy (ECE) sesuai yang tercantum dalam PPA (Power Purchase Agreement) dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar 845.2 Gwh (giga watt hour) meskipun sebenarnya PLTA Poso II mampu berproduksi lebih besar dari angka itu. Untuk rencana produksi listrik bulanan, dibuat dan disepakati setiap akhir tahun antara PT Poso Energy dengan Unit Pengatur Beban (UPB) PT PLN (Persero) Wilayah Sulselbar.
Berkaitan dengan hal tersebut Achmad Kalla mengatakan bahwa kebutuhan listrik di Indonesia selalu meningkat. Selain itu kelebihan listrik bisa menjadi cadangan jika PLN mengalami pemadaman akan menggunakan cadangan tersebut.
Menurutnya, negara seperti Singapura memiliki cadangan listrik sebesar 100 %, begitu pula dengan Tiongkok yang juga memiliki cadangan listrik yang begitu besar. Sehingga negara-negara itu sangat mudah membangun industri. Oleh karena itu tidak akan merugi jika membangun listrik dengan kapasitas besar, Ia menyebutkan di masa depan ekonomi kita akan semakin tumbuh karena industri akan mendekati sumber pasokan listrik yang dibangun dari sekarang.
"Ini seperti cerita lebih dulu mana ayam dengan telur, orang industri bertanya mana listrik, orang listrik bertanya mana industri, kita putuskan untuk bangun listrik, pasti nanti akan ada pembangunan industri," katanya.
Saat ini PLTA Poso II telah berhasil mengalirkan listrik melalui transmisi 275 kV Gardu Induk (GI) Pamona ke GI Palopo sepanjang 208 km dengan 538 tower untuk Provinsi Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat yang dibangun oleh PT Poso Energy, dan transmisi 150 kV dari GI Pamona via GI Poso ke GI Sidera di kota Palu untuk Provinsi Sulawesi Tengah sepanjang 189 km yang dibangun oleh PT PLN Persero. Beban puncak PLTA Poso II saat ini untuk arah Sulawesi Selatan sebesar 85 MW dan arah Sulawesi tengah sebesar 95 MW.
PLTA merupakan pembangkit yang ramah lingkungan. Alimuddin Sewang, Direktur PLTA Poso Energy, mengatakan keunggulan dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan sumber daya lain, PLTA beroperasi lebih cepat, sehingga saat diperlukan akan cepat disalurkan pada daerah yang membutuhkan sesuai dengan permintaan PLN.
"Berbeda dengan pembangkit uap yang harus menghasilkan upayanya untuk memutar turbin perlu waktu sampai 5 jam, memanaskan air dulu, panasin mesin, baru listriknya mengalir. Sementara sebagian besar pembangkit kita (Indonesia) masih andalkan uap, kalau kita bisa cepat, makanya PLTA ini selalu jadi andalan ketika tiba-tiba ada gangguan listrik," kata Alimuddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News