kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

PLTS Terapung Cirata Segera Beroperasi, Pembangkit Surya Besar Lainnya Akan Menyusul


Minggu, 20 Agustus 2023 / 17:08 WIB
PLTS Terapung Cirata Segera Beroperasi, Pembangkit Surya Besar Lainnya Akan Menyusul
ILUSTRASI. PLTS terapung PLN.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata dikabarkan akan beroperasi pada kuartal III 2023 atau Oktober mendatang. Asosiasi Energi Surya Indonesia (ASEI) menyambut baik karena PLTS berkapasitas 145 MW ini akan menjadi salah satu fasilitas floating PV terbesar di Asia Tenggara. 

Sebagai informasi, PLTS Terapung Cirata merupakan hasil kerjasama Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA), yang dijalankan konsorsium anak usaha PLN, yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali  yang memegang 51% saham dengan perusahaan asal UEA, Masdar yang mengempit 49% saham. Kedua perusahaan ini menjalankan proyek ini dengan nama Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy (PMSE).

PLTS dengan total nilai proyek mencapai US$ 18,8 miliar ini berdiri di luasan area 200 Ha (waduk) dan 9,02 Ha atau sebesar 3% dari total luasan Waduk Cirata.

Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa menyambut baik beroperasinya PLTS Terapung Cirata lebih awal dari yang tadinya diperkirakan yakni awal 2024. 

Baca Juga: HBA Masuk dalam Formula Penyesuaian Tarif Listrik, Angin Segar Bagi Energi Terbarukan

“Nah ternyata dari informasi terakhir sebelum 2024 sudah selesai, bahkan Oktober itu rencananya sudah siap commercial operation date (COD),” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (18/8). 

Selain itu, pihaknya juga berbangga karena PLTS terapung Cirata jika sudah beroperasi akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. 

Namun, didapuknya PLTS Cirata jadi floating PV terbesar se-Asia Tenggara tidak akan lama sebab pada 2024 atau 2025 mendatang, pembangkit terapung di Danau Laguna Filipina berkapasitas 1 GW akan beroperasi. 

Namun terlepas dari itu, Fabby menyatakan, pembangkit surya terapung Cirata merupakan salah satu PLTS dengan tarif listrik yang jauh lebih murah dibandingkan PLTS skala besar lainnya yakni US$ 5,8,1 cent per kWh. 

Di sisi lain, salah satu engineering, procurement, dan construction (EPC) dalam proyek PLTS Cirata ini juga merupakan anggota AESI. 

“Ini membuktikan bahwa EPC lokal punya kemampuan untuk membangun proyek skala besar seperti ini,” terangnya. 

Ke depannya, ada beberapa proyek pembangkit surya terapung berkapasitas jumbo yang juga  akan beroperasi dalam waktu dekat atau 1-2 tahun lagi. Seperti PLTS terapung Singkarak dan Saguling dengan kapasitas masing-masing pembangkit sebesar 50 megawatt ac (MWac) dan 60 MWac

Dalam catatan PLN, PTS terpaung Saguling dengan kapasitas 60 MWac ini diperkirakan COD pada 2024 dan PLTS terapung Singkarak 50 MWac ini ditargetkan COD pada 2025. 

Baca Juga: OJK Sebut Ada Kegamangan Terkait Kredit Perbankan Untuk PLTU Batubara

Selain itu, ada juga PLTS terapung Karangkates berkapasitas 100 MW yang akan beroperasi pada 2025 dan menjadi salah satu yang terbesar di Jawa Timur. Kelak sudah beroperasi, pasokan listrik akan dialirkan ke Jawa bagian timur dan Bali. 

“Kemudian ada juga PLTS terapung di Waduk Gajahmungkur di Wonogiri dan Waduk Kedungombo di Grobogan. Ada beberapa yang masuk dalam pipeline totalnya hampir 1 GW floating PV yang direncanakan PLN masuk di 2025,” terangnya. 

Semakin banyaknya pengembangan PLTS terapung ini diakui Fabby karena bisnisnya yang menarik. 

Pengembangan pembangkit surya terapung tidak memerlukan lahan karena diinstalasi di atas waduk atau danau. Dengan begini, permasalahan pembebasan lahan yang seringkali jadi biang masalah terhambatnya pengembangan PLTS bisa diminimalisir. 

Selain itu, Fabby menuturkan, biasanya sudah ada jaringan yang terintegrasi, seperti telah tersedianya transmisi dan gardu. Jadi biasanya di dalam pembangunan PLTS terapung tersebut hanya tinggal menambah infrastruktur pendukung saja. 

“Tentunya, risiko lebih rendah dibandingkan PLTS ground mounted dan secara logistik PLTS terapung lebih mudah dikelola,” ujarnya. 

Belajar dari pengembangan PLTS terapung Cirata yang sempat terombang-ambing masalah kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), AESI berpesan agar pemerintah dapat mempertimbangkan relaksasi aturan TKDN hingga dua tahun sampai tiga tahun ke depan. Hingga industri komponen PLTS nya sudah jadi di Indonesia. 

Menurutnya hal ini penting karena saat ini Indonesia berpacu pada target buaran energi 23% yang harus tercapai pada 2025. 

“Saya harapkan ada regulasi relaksasi TKDN. Penting juga adalah kebijakan pengadaan di PLN yang kompetitif, transparan, mendukung investasi yang sehat untuk pelaku usaha,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×