Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
Pengembangan pembangkit surya terapung tidak memerlukan lahan karena diinstalasi di atas waduk atau danau. Dengan begini, permasalahan pembebasan lahan yang seringkali jadi biang masalah terhambatnya pengembangan PLTS bisa diminimalisir.
Selain itu, Fabby menuturkan, biasanya sudah ada jaringan yang terintegrasi, seperti telah tersedianya transmisi dan gardu. Jadi biasanya di dalam pembangunan PLTS terapung tersebut hanya tinggal menambah infrastruktur pendukung saja.
“Tentunya, risiko lebih rendah dibandingkan PLTS ground mounted dan secara logistik PLTS terapung lebih mudah dikelola,” ujarnya.
Belajar dari pengembangan PLTS terapung Cirata yang sempat terombang-ambing masalah kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), AESI berpesan agar pemerintah dapat mempertimbangkan relaksasi aturan TKDN hingga dua tahun sampai tiga tahun ke depan. Hingga industri komponen PLTS nya sudah jadi di Indonesia.
Menurutnya hal ini penting karena saat ini Indonesia berpacu pada target buaran energi 23% yang harus tercapai pada 2025.
“Saya harapkan ada regulasi relaksasi TKDN. Penting juga adalah kebijakan pengadaan di PLN yang kompetitif, transparan, mendukung investasi yang sehat untuk pelaku usaha,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News