Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Hendra menjelaskan, pembahasan draft PP ini telah dilakukan sejak 2018 silam dengan melibatkan APBI. Pihaknya pun juga aktif memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah. "APBI juga berharap agar dapat diadakan sosialisasi bagi pelaku usaha untuk dapat lebih memahami implementasi dari PP tersebut," terang Hendra.
Hendra mengungkapkan, sebagai mitra, pihaknya menyadari keinginan pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara melalui beleid terbaru. Menurutnya, usulan yang sebelumnya sempat disampaikan pelaku usaha juga diyakini bakal memberi dampak pada peningkatan penerimaan negara,
"Namun tentu saja Pemerintah mengharapkan porsi kenaikan yang lebih besar. Oleh karena itu kami beraharap Pemerintah dapat memberikan insentif bagi pelaku usaha agar bisa survive berinvestasi di era transisi energi dan tantangan yang lebih besar ke depannya," pungkas Hendra.
Baca Juga: Begini Ketentuan Tarif Berjenjang PNBP Produksi Terbaru untuk Perusahaan Batubara
Kontan mencatat, pelaku usaha mengusulkan tarif royalti progresif dengan mengacu pada index Harga Batubara Acuan (HBA). Ada empat rentang yang diusulkan. Pertama, jika harga di bawah US$ 70 per ton maka tarif royalti yang dikenakan untuk domestik sebesar 14%, begitu juga untuk ekspor.
Kedua, jika harga dalam rentang US$ 70-US$ 80 per ton, maka royalti untuk domestik diusulkan 14%, dan 16% untuk ekspor. Ketiga, saat harga US$ 80-US$ 90 per ton, royaltinya 14% untuk domestik dan 18% untuk ekspor.
Keempat, jika harga di atas US$ 90 per ton maka royalti untuk domestik dikenakan 14% dan 20% untuk ekspor. Artinya, tarif untuk pasokan domestik diusulkan flat di angka 14%, sedangkan untuk ekspor berjenjang sesuai harga hingga dari 14% hingga 20%.
Adapun, dengan simulasi tersebut akan ada peningkatan penerimaan negara sekitar 4%-7% dari IUPK hasil perpanjangan operasi PKP2B. Dibandingkan tarif royalti PKP2B sekarang yang sebesar 13,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News