Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Komite Antidumping Indonesia (KADI) akhirnya menerapkan bea masuk antidumping (BMAD) sementara atas produk polyester staple fiber (PSF) asal China dan India. KADI menemukan, bahan baku benang asal kedua negara tersebut terbukti dijual lebih murah ketimbang di negara asalnya.
Tarif BMAD sementara yang berlaku sejak Februari 2010 itu bervariasi, dengan angka tertinggi 16,67%. Tapi, sejumlah produsen dan eksportir tidak dikenai BMAD lantaran hasil investigasi tidak menemukan bukti mereka melakukan dumping. Cuma, putusan ini baru bersifat sementara. KADI akan memberikan putusan final pada Mei mendatang.
Keputusan KADI ini adalah buntut laporan sejumlah produsen polyester Indonesia yang terancam oleh produk impor yang lebih murah. Mereka yang mengajukan petisi antidumping polyester adalah PT Teijin Fiber Corporation Tbk dan PT Indonesia Toray Synthetic. Keduanya mengajukan petisi melalui Indonesian Synthetic Fiber Producers Association (APSyFi) yang mewakili industri PSF Indonesia 12 Maret 2009.
Ketua KADI Halida Miljani menyatakan, penetapan BMAD sementara itu dilakukan setelah proses investigasi selama setahun lebih. "Kami kerja memakai kaca mata kuda. Tidak larak lirik, pokoknya apa yang ditemukan di lapangan itu yang dilaporkan,” tuturnya, Rabu (31/3). Cuma, dalam keputusan final nanti, bisa saja keputusan KADI ini berubah. Soalnya, KADI masih menerima masukan berbagai sektor yang berkaitan dengan polyester.
Saat ini, beberapa industri telah bereaksi. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) misalnya. Wakil Ketua API, Ade Sudrajat menilai, keputusan sementara KADI tersebut tidak sinkron dan merugikan industri hilir. Catatan saja, dalam industri tekstil, polyester termasuk produk hulu.
Menurut Ade, KADI hanya menerapkan BMAD sementara bagi produk polyester asal China dan India. Padahal, sebelumnya terdapat enam negara yang masuk dalam daftar investigasi. Empat negara lainnya adalah Taiwan, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan. Tak hanya itu, selama ini, impor terbesar PSF justru berasal dari Thailand dan Malaysia. Makanya, API mensinyalir ada yang salah dalam penetapan BMAD itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News