kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produk impor mengancam industri tekstil dalam negeri


Minggu, 27 Mei 2018 / 20:10 WIB
Produk impor mengancam industri tekstil dalam negeri
ILUSTRASI. INDUSTRI TEKSTIL


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengkhawatirkan kuartal II karena banyaknya produk impor sehingga dikhawatirkan industri dalam negeri kalah bersaing. Senada dengan hal tersebut, PT Asia Pasicif Tbk juga mengkhawatirkan hal tersebut.

Redma Gita, SekJen APSyFI menyatakan bahwa bulan depan diperkirakan bahan impor akan membanjiri di pasaran.

“Mulai awal Maret impor mulai meningkat, bulan April dan Mei ini juga sama, kami khawatir setelah lebaran pasar akan dibanjiri produk impor,” ujarnya kepada kontan.co.id, Minggu (27/5).

Karenanya, belum lama ini APSyFI juga sudah meminta Permendag 85 Tahun 2015 kembali diberlakukan mengingat dengan Permendag 64 tahun 2017 pemerintah justru memfasilitasi importir.

Redma Gita menyatakan pasca efektif berlakunya Permendag 64 tahun 2017, kuartal I 2018 (yoy) ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) naik 7,9% sedangkan impor melonjak naik 19,6%, alhasil neraca perdagangan turun 6,5%.

Senada dengan hal tersebut, Prama Yudha Amdan, Corporate Secretary sekaligus menjabat sebagai asisten Presiden Direktur PT Asia Pasicif Tbk mendukung APSyFI terkait sarannya yang meminta Permendag 85 Tahun 2015 kembali diberlakukan.

“Kalau menurut perusahaan Permendag 64 itu tidak benar karena memfasilitasi siapa saja untuk melakukan impor, bukan produsen saja. Kalau kembali ke Permendag 85 yang bisa impor hanya produsen, karena produsen pasti tahu mana yang belum diproduksi dalam negeri,” ujarnya.

Menurutnya sangat disayangkan apabila Indonesia terus dibanjiri produk impor. Hal tersebut lantaran devisa yang tergerus. Menurutnya, dari kuartal IV tahun lalu, sampai kuartal I ini penjualan sangat baik.

Menilik laporan keuangan perusahaan pada keterbukaan informasi, sampai kuartal I ini perusahaan memang berhasil mencatatkan hasil positif dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Di kuartal I ini, emiten dengan kode saham POLY ini berhasil mencatatkan laba sebesar US$ 3.044.497 dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan kerugian sebesar US$ 6.335.128.

Ia bilang, apabila impor terus berlanjut APSyFI memperkirakan akan terjadi penurunan pendapatan penjualan mencapai 30%. “Kalau ini dibiarkan APSyFI memprediksi akan turun sekitar 20% sampai 30% untuk penjualan,” tuturnya.

Lanjutnya, saat ini penyerapan polyester fiber sebesar 24%, sedangkan untuk penyerapan benang sebesar 23% - 25% secara nasional. “Apabila impor terus berlanjut prediksinya penyerapannya juga akan berkurang,” ujarnya.

Sayangnya, ia belum dapat memprediksi seberapa besar penurunan yang akan terjadi.

Menurutnya, impor sangat berbahaya karena menyerang daya saing dengan harga yang lebih murah. Sejauh ini, perusahaan bertahan dengan memperkuat relasi dengan pelanggan dan meningkatkan kualitas.

“Sebab untuk banting harga sangat sulit karena harga produksi sendiri sudah tinggi. Margin kami sangat tipis,” ujarnya.

Erlien Lindawati Surianto, Corporate Secretary PT Ever Shine Textille Tbk menyatakan relatif untuk pengaruh banyaknya produk impor dari China.

“Kami bisa iya bisa juga tidak karena kami secara group memproduksi downstream dan upstream. Untuk dampak bisa keduanya. Untuk impor benang yang tidak tersedia di dalam negeri kami melihat dari segi harga saja,” ujarnya kepada kontan.co.id, Jumat (25/5).

Sedangkan untuk dampak produksi itu sendiri, Erlien memilih tidak membicarakannya karena ia mengaku tidak mengikuti pemberitaan tersebut. Namun, untuk pembatasan impor dari APSyFI ia setuju karena untuk pertumbuhan industri dalam negeri.

Iwan S. Lukminto, Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Tbk menyatakan tidak terpengaruh dengan maraknya barang impor. “APSyFI mempunyai masalah sendiri yaitu produk polyester di dalam negeri dijual lebih mahal daripada ekspor. Kami tidak terpengaruh dengan hal tersebut,” ujarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×