Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah tiga tahun mengalami kenaikan produksi, tahun ini hasil produksi alat berat konstruksi dan pertambangan mulai menunjukkan tren penurunan.
Dari data produksi Januari-Juni 2019 Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) tercatat sebesar 3.240 unit. Jumlah tersebut turun 4,1% dari periode sama tahun lalu sebesar 3.379 unit.
Baca Juga: Revisi aturan PpnBm dan insentif kendaraan listrik dijanjikan terbit pekan ini
Jamaluddin, Ketua Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) mengatakan produksi alat berat meleset dari prediksi. Tahun ini Hinabi menargetkan di semester I-2019 produksi mencapai 4.000 unit tapi hasil akhir justru tak berhasil.
"Harga batubara (coal) berkalori rendah tidak bagus. Hal ini membuat permintaan sektor tambang jadi penyebab menurun," kata Jamaluddin kepada Kontan.co.id, Kamis (25/7).
Menurutnya kondisi ini membuat produksi alat berat diprediksi akan turun. Perkiraan Hinabi tahun ini produksi hanya mencapai 6.500 unit. Padahal tahun lalu produksi mencapai 7.981 unit.
Baca Juga: Pembatasan merek & plain packaging ancam perkembangan Industri
Hinabi mengharapkan setelah periode pilpres berakhir kondisi bisa membaik. Dengan kondisi politik yang aman membuat kondisi ekonomi membaik. Sehingga berimbas pada harga komoditas yang membaik berujung permintaan alat berat yang meningkat.
"Bila kabinet baru terbentuk kami harapkan situasi semua membaik,"jelasnya.
Sekedar info, jenis hydraulic excavator masih mendominasi produksi. Diikuti alat berat jenis bulldozzer, dump truck, motor grader dan wheel loader.
Martio, Finance Director PT Kobexindo Tractors Tbk memaparkan bahwa Kobexindo memproyeksikan penjualan di semester II-2019 lebih baik dibandingkan semester I-2019. Hal ini karena sudah melewati hari raya lebaran dan pilpres.
Baca Juga: APP Sinar Mas: Meski harga lesu permintaan global masih baik
"Faktor lainnya adalah para produsen batu bara juga ingin meningkatkan produksinya untuk mencapai target pendapatan meski faktor harga batubara masih menjadi faktor yang memperberat," kata Martio kepada Kontan.co.id, Kamis (25/7).
Menurutnya Beberapa produsen batu bara dan kontraktor pertambangan juga masih membutuhkan alat-alat baru untuk meningkatkan produksi dan mengganti alat-alat berat yang lama guna meningkatkan efektivitas.
Pada akhir tahun 2019, emiten berkode saham KOBX ini berharap bisa mencapai angka pendapatan sama seperti tahun lalu. KOBX pada tahun 2018 membukukan pendapatan sebesar US$ 101,50 juta.
Baca Juga: Bappenas: Regulasi dan institusi jadi hambatan pertumbuhan ekonomi
"Yang dimana angka pendapatan selain disumbangkan oleh lini bisnis penjualan alat berat juga mendapat kontribusi positif dari lini bisnis segmen service, sparepart dan rental," tambahnya.
Dalam kuartal I-2019, KOBX membukukan pendapatan US$ 24,79 juta, atau tumbuh 3,74% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yakni sebesar US$ 23,90 juta.
Dari hasil tersebut, Kobexindo telah mengamankan 22% dari target pencapaian pendapatan di 2019. Sedangkan laba bersih tumbuh 1,64% menjadi US$ 1,22 dibandingkan triwulan 1-2018 sebesar US$ 1,20 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News