Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Upaya Indonesia untuk memperkuat posisinya sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia dan menyaingi Pantai Gading dan Ghana pada tahun ini bakal menemui hambatan seiring dengan makin menyusutnya produksi kakao nasional. Tahun ini, produksi kakao ditargetkan hanya mencapai 500.000 ton - 600.000 ton. Jumlah ini menurun jika dibandingkan realisasi produksi tahun 2014 yang mencapai 700.000 ton.
Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) memproyeksikan, produksi kakao tahun ini bisa turun drastis hanya sekitar 300.000 ton. Penyebabnya adalah kekeringan yang mengancam kebun kakao dan bisa membuat gagal panen pada September-Oktober, sehingga petani kakao hanya mengandalkan satu kali panen pada Mei-Juni lalu.
Hal ini juga mempengaruhi ekspor kakao nasional yang bisa turun lebih dari 50% apabila produksi dalam negeri menyusut cukup tajam. "Kami meramalkan ekspor kakao bakal menyusut dari sebanyak 60.000 ton tahun lalu menjadi hanya 25.000 ton tahun ini," ujarnya kepada KONTAN pekan lalu.
Jika ekspor anjlok, maka impor kakao diprediksi bakal makin meroket tahun ini. Apabila impor kakao tahun lalu tercatat sebanyak 139.000 ton atau tertinggi sepanjang sejarah, impor tahun ini bisa mencapai 150.000 ton.
Salah satu penyebab tingginya impor kakao ini adalah karena pabrik pengolahan biji kakao perlu bahan baku untuk mengisi kapasitas gilingnyayang tahun ini membutuhkan pasokan sebanyak 500.000 ton sesuai dengan kapasitas pabrik yang terpasang.
Asal tahu saja, produksi yang semakin menurun ini telah disadari oleh pemerintah dan untuk itu Kementerian Pertanian (Kemtan) tahun ini tengah menggulirkan program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao yang dipusatkan di Pulau Sulawesi sebagai sentra perkebunan kakao terbesar di Indonesia.
Industri optimistis
Azwar Abu Bakar, Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kemtan menilai, Gernas kakao ini menargetkan penanaman kakao di lahan seluas 1,7 juta hektare (ha) dan hingga Juni lalu baru tersedia lahan 171.000 ha.
Selain itu, pemerintah juga sudah mengalokasikan anggaran Rp 1,1 triliun tahun ini untuk memulai program tersebut, berupa peremajaan tanaman kakao dan peningkatan produktivitas petani.
Namun, prediksi penurunan produksi kakao tahun ini justru berusaha didinginkan kalangan industri. Pieter Jasman, Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) mengaku optimistis jika produksi kakao tahun ini bisa mencapai 500.000 ton. Menurut Pieter, produksi kakao masih tetap terjaga berkat program Gernas kakao dari pemerintah.
Jika Askindo sudah merilis data bahwa produksi kakao sejauh ini telah mencapai 300.000 ton, AIKI justru belum menghitung produksi kakao sampai dengan paruh pertama tahun ini. "Produksi masih jauh dari target, karena puncak panen baru terjadi September 2015 nanti," ujarnya.
Menurut Pieter, pasar ekspor masih menjadi magnet yang menarik bagi petani kakao untuk memasarkan produknya. Sebab, harga komoditas kakao di pasar ekspor masih stabil di angka US$ 3.000 per ton.
Namun, produksi yang terus turun setiap tahun dan semakin banyaknya pabrik pengolahan kakao di tanah air membuat keran impor tak bisa dibendung. Tercatat sejak tahun 2012 hingga 2014 lalu, impor kakao naik lebih dari 300% demi memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kakao. Pieter berharap ada solusi yang baik antara petani dan industri terkait pengelolaan kakao ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News