Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Freeport Indonesia (PTFI) mencatatkan penurunan kinerja produksi dan penjualan pada komoditas mineral andalannya, yakni tembaga dan emas. Sepanjang Kuartal III-2019, produksi maupun penjualan tembaga dan emas PTFI turun lebih dari separuh dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Capaian itu terlihat dalam laporan Kuartal III-2019 Freeport-McMoran (FCX). Asal tahu saja, FCX saat ini menggenggam 48,76% di PTFI dan mengelola operasi penambangannya, sehingga kinerja PTFI dikonsolidasikan dalam laporan keuangan FCX.
Baca Juga: Resmi Menjabat Menteri ESDM, Ini Sederet Catatan Bagi Arifin Tasrif
Hingga akhir September 2019, produksi tembaga PTFI 461 juta pon atau turun 53,43% dibandingkan kuartal III-2018 sebesar 990 juta pounds.
Sejalan dengan produksi yang menurun, penjualan tembaga PTFI pun anjlok 53,73%. Hingga akhir September 2019, PTFI hanya mampu menjual 464 juta pon dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1 miliar pounds.
Realisasi harga rata-rata untuk komoditas mineral tembaga ini pun turun dari US$ 2,93 per pon pada Kuartal III-2018 menjadi US$ 2,70 per pon di kuartal III tahun ini.
Tak hanya tembaga, produksi dan penjualan komoditas emas PTFI pun mengalami penurunan. Selama sembilan bulan terakhir, produksi emas PTFI hanya menyentuh 645.000 ounces. Angka itu turun 69,12% dibandingkan kuartal III-2018 yang mencapai 2,08 juta ounces.
Penurunan produksi emas ini berdampak pada kinerja penjualan. Hingga akhir September 2019, volume penjualan emas PTFI tercatat sebesar 659.000 ounces atau turun 68,69% dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar 2,1 juta ounces.
Baca Juga: Arifin Tasrif jadi Menteri ESDM, berikut harapan para pemangku kepentingan energi
Tapi berbeda dari tembaga, realisasi harga rata-rata untuk komoditas emas pada kuartal III-2019 naik menjadi US$ 1.380 per ounces dibandingkan Kuartal III-2018 sebesar US$ 1.248 ounces.
Kendati begitu, Executive Vice President and Chief Financial Officer FCX Kathleen L. Quirk mengatakan bahwa kinerja PTFI masih sejalan dengan target. Sebab, penurunan kinerja produksi dan penjualan tersebut memang telah diproyeksikan menurun lantaran masa akhir tambang terbuka dan transisi ke penambangan bawah tanah.
"Umumnya sejalan dengan panduan, kami terus menambang material dari permukaan," kata Kathleen dalam earning call kinerja Kuartal III-2019 FCX, Rabu (23/10).
Kathleen bilang, pihaknya memproyeksikan penambangan terbuka di tambang Grasberg, Papua, akan berlanjut hingga November atau pada Kuartal IV 2019 bergantung dari kondisi geoteknis. Seiring masa transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah, produksi PTFI ditargetkan bisa kembali melonjak pada tahun 2021.
PTFI pun telah memulai ekstraksi bijih mineral dari tambang bawah tanahnya. Rata-rata pengeluaran modal tahunan PTFI untuk proyek pengembangan tambang bawah tanah diperkirakan sebesar US$ 0,8 miliar per tahun untuk periode empat tahun, dari 2019 hingga 2022.
Baca Juga: Intraco Penta (INTA) berharap berkah dari pemindahan ibu kota
Adapun, dari sisi penjualan konsentrat tembaga, pada 12 September 2019 PTFI pun telah mengantongi persetujuan untuk meningkatkan kuota ekspor dari sebelumnya sekitar 180.000 dry metric ton (dmt) menjadi sekitar 680.000 dmt. Kuota ekspor konsentrat tembaga tersebut berlaku satu tahun sejak persetujuan pertama diberikan pada 8 Maret 2019 hingga 8 Maret 2020.
Konstruksi smelter tahun 2020
Berbarengan dengan transisi penambangan, PTFI juga tengah membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). Berlokasi di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, saat ini pembangunan smelter tersebut tengah dalam proses penyiapan lahan yang mencakup pemadatan tanah.
Proses pematangan lahan itu juga dibarengi dengan persiapan Front-End Engineering and Design (FEED). Selain itu, PTFI juga sedang melakukan pengaturan komersial dan pembiayaan untuk proyek yang diproyeksikan menelan investasi sekitar US$ 3 miliar ini.
Adapun berdasarkan persentase progres yang wajib dilaporkan kepada Kementerian ESDM, pembangunan smelter PTFI sudah mencapai 3,21% per Juli 2019. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan, capaian tersebut lebih tinggi dari rencana enam bulanan yang ditarget mencapai 2,76%.
Untuk mencapai progres tersebut, Yunus mengatakan bahwa pembangunan smelter PTFI ini sudah menghabiskan biaya sebesar US$ 151,7 juta.
Baca Juga: J Resources Asia Pasifik (PSAB) fokus kawal proyek tambang emas di Sulawesi
Dalam rilis resmi FCX disebutkan, konstruksi dari smelter ini ditargetkan mulai dibangun pada tahun 2020. Hal itu menegaskan apa yang sebelumnya disampaikan oleh Direktur Utama PTFI Tony Wenas. Ia bahkan optimistis, fase konstruksi bisa dimulai pada awal 2020.
Smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga itu ditargetkan rampung paling lambat sesuai target pada 21 Desember 2023, atau lima tahun sejak terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterima bersamaan dengan transaksi divestasi oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada 21 Desember 2018 lalu.
"Jadi targetnya tetap, selesai 5 tahun setelah IUPK," katanya beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News