Reporter: Agung Hidayat | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen ban melihat maraknya ban impor di tengah biaya produksi yang melonjak menjadi tantangan besar produsen. Apalagi setelah terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.06 tahun 2018 tentang perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Ban.
Uthan A. Sadikin, Direktur Pemasaran PT Multistrada Arah Sarana Tbk menjelaskan, masuknya ban-ban impor secara berlebihan secara umum mengganggu pasar ban dalam negeri. "Mereka (importir) sasarnya ban untuk truk, sebab kalau ban mobil atau motor perlu network tertentu untuk memasarkannya," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (22/4).
Apalagi kata Uthan, jenis seperti ban Off the Road (OTR) memang tidak banyak di Indonesia. "Ini jadi tantangan bagi kami untuk merebut pasar dalam negeri," ujar Uthan.
Namun, Uthan mencurigai banyak ban impor yang beredar tidak memiliki standar nasional indonesia (SNI). Hal ini selain merugikan konsumen, kata Uthan, juga tidak adil bagi pengusaha ban dalam negeri yang taat pada aturan SNI tersebut.
Dengan adanya permendag tersebut, bukan tidak mungkin produsen belum akan menambah kapasitas atau ekspansi produksi lagi. "Kalau begini kami suspend saja rencana ekspansinya," sebut Uthan.
Regulasi yang dianggap tidak pro industri tersebut, menurut Uthan membuat produsen berpikir ulang untuk meningkatkan utilitas. Padahal, saat ini permintaan akan ban truk dan bus cenderung meningkat.
"Produksi ban truk kami sudah full kapasitasnya 18.000 ban per bulan, karena memenuhi permintaan," kata Uthan.
Menilik laporan keuangan perseroan di 2017, kapasitas produksi MASA mencapai 10,4 juta ban mobil per tahun dan 5,84 juta ban sepeda motor per tahunnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News