kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.210   -75,00   -0,46%
  • IDX 7.080   -3,13   -0,04%
  • KOMPAS100 1.050   -1,10   -0,10%
  • LQ45 822   1,19   0,15%
  • ISSI 212   -0,72   -0,34%
  • IDX30 422   2,00   0,48%
  • IDXHIDIV20 505   4,22   0,84%
  • IDX80 120   -0,02   -0,02%
  • IDXV30 124   -0,79   -0,63%
  • IDXQ30 140   0,97   0,70%

Produsen Kaca Lembaran Menentang Kebijakan Harga Gas Sebesar US$ 16,67 per MMBTU


Selasa, 07 Januari 2025 / 08:38 WIB
Produsen Kaca Lembaran Menentang Kebijakan Harga Gas Sebesar US$ 16,67 per MMBTU
ILUSTRASI. Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mengaku sangat keberatan atas kebijakan kenaikan harga gas menjadi US$ 16,67 per MMBTU. Foto Dok AMFG


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mengaku sangat keberatan atas kebijakan kenaikan harga gas menjadi US$ 16,67 per MMBTU yang diberlakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Kebijakan Harga Gas Regasifikasi ini berlaku mulai 1 Januari sampai 31 Maret 2025.

Ketua Umum AKLP Putra Narjadin masih mempertanyakan ke pemerintah alasan di balik lonjakan signifikan harga gas komersial tersebut. AKLP juga berharap pemerintah segera melibatkan seluruh stakeholder terkait untuk membahas kelanjutan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang layak dan adil.

"Apakah ini serta merta karena kebijakan HGBT sudah berakhir, jadi otomatis pemerintah bisa langsung naikkan harga secara signifikan sepihak. Kami juga pertanyakan dasar hitungan harga gas komersial di Indonesia," terang Putra, Senin (6/1).

Baca Juga: Sulit Kerek Harga Jual, Pebisnis Kelimpungan Hadapi Lonjakan Harga Gas

Para pelaku usaha kaca lembaran dan pengaman jelas makin terbebani dengan harga gas regasifikasi. Sebab, porsi biaya gas di industri tersebut mencapai kisaran 20%-25% dari total biaya produksi kaca. 

Asosiasi masih menantikan dampak lebih jauh dari penerapan harga gas US$ 16,67 per MMBTU terhadap harga jual kaca di pasar. Dari kacamata finansial, jika salah satu komponen biaya naik signifikan, tentu harga jual produk perlu menyesuaikan secara proporsional.

"Namun, kenaikan harga sulit di implementasikan karena Indonesia masih dibanjiri produk kaca impor dari negara-negara yang memiliki harga gas dan sumber daya yang lebih murah," ungkap Putra.

Baca Juga: Keberlanjutan Program Gas Murah antara Insentif Industri dan Beban Ekonomi

Tingginya harga gas pada awal tahun ini juga mereduksi daya tarik Indonesia di mata para investor. Banyak investor yang akhirnya menolak berinvestasi di Indonesia dan mengalihkan investasinya ke negara-negara tetangga.

Terbukti, kini Indonesia telah disalip oleh Malaysia sebagai produsen kaca terbesar di Asia Tenggara lantaran harga gas di sana yang lebih murah dan kompetitif.

Selanjutnya: Persaingan Ketat 2 Orang Terkaya Dunia Merebut Pasar Internet Satelit di Inggris

Menarik Dibaca: Harga Bitcoin Kembali Tembus US$ 100.000, Ini Saran dari Robert Kiyosaki

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×