kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   4.000   0,21%
  • USD/IDR 16.275   35,00   0,22%
  • IDX 7.199   10,61   0,15%
  • KOMPAS100 1.051   2,03   0,19%
  • LQ45 818   1,46   0,18%
  • ISSI 226   0,79   0,35%
  • IDX30 428   0,31   0,07%
  • IDXHIDIV20 508   3,38   0,67%
  • IDX80 118   0,22   0,19%
  • IDXV30 121   1,20   1,00%
  • IDXQ30 140   0,04   0,03%

Produsen kayu cari tujuan ekspor baru


Sabtu, 27 Februari 2016 / 13:06 WIB
Produsen kayu cari tujuan ekspor baru


Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Harga produk sekunder industri kayu gergajian yang dibuat memanfaatkan kayu sengon jatuh di pasar internasional. Saat ini, harga produk yang lebih dikenal dengan istilah barecore ini di pasar global berkisar US$ 255 per meter kubik (m³) hingga US$ 260 per m³. Harga itu lebih rendah dari harga pertengahan 2015 di kisaran US$ 320 hingga US$ 350 per m³.

Anjloknya harga barecore tak lepas dari permainan importir asal China. Mereka menyerap 90% ekspor barecore asal Indonesia lantas mengolah kembali untuk kemudian diekspor ke negara tujuan akhir, yakni Uni Eropa  (UE) dengan harga lebih tinggi.

Karena itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rufi'ie mengatakan, pasar produk barecore harus diperluas lagi dan tidak menjadikan China satu-satunya tujuan ekspor.

Peluang memperluas ekspor ini terbuka lebar lantaran Indonesia memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). "Konsumen lebih nyaman karena yakin produk kayu yang dibeli berasal dari sumber legal," ujarnya, Rabu (24/2).

Berdasarkan informasi Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) KLHK, terdapat 74 industri barecore yang beroperasi di tanah air dengan kapasitas terpasang 2,9 juta m³ per tahun.

Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik menyatakan, Indonesia selayaknya mengimplementasikan secara penuh sistem SVLK yang terbukti dapat meningkatkan daya saing produk. Pihaknya telah mengamati bahwa industri pengolahan kayu di Indonesia tidak mengalami kesulitan mengikuti SVLK.

Bila konsisten mengimplementasikan SVLK, Indonesia berpeluang menjadi yang pertama mendapat lisensi Forest Law Governance and Trade (FLEGT) dari UE. Dengan begitu, produk kayu Indonesia bisa masuk tanpa lewat uji tuntas (due dilligence). Tanpa lisensi FLEGT, produk mesti diuji tuntas yang biayanya bisa mencapai US$ 2.000 hingga US$ 2.500 per shipment.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×