Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar properti residensial di Indonesia diproyeksikan akan terus mengalami tren kenaikan harga jual pada tahun 2026.
Kondisi ini menciptakan disparitas yang semakin lebar antara daya beli masyarakat, khususnya first-time home buyer, dengan harga hunian yang ditawarkan.
CEO Leads Property Services Indonesia, Hendra Hartono, memaparkan analisis mengenai dinamika pasar perumahan, yang menunjukkan pergeseran fokus developer besar dan ancaman krisis keterjangkauan bagi generasi mendatang.
Baca Juga: TIS Petroleum Resmi Kendalikan WK Perkasa, Siapkan Komitmen Pasti US$ 2,25 Juta
Analisis Hendra atas pasar 2026 menunjukkan bahwa pertumbuhan harga properti akan terus berjalan, didukung oleh peningkatan permintaan dan pasokan yang terus berdatangan.
Harga jual rata-rata per unit diprediksi meningkat dan akan bergerak di kisaran Rp 2,5 miliar hingga Rp 2,6 miliar per unit. Pasar Perumahan Melambat, Strategi Pasar Perlu Digencarkan Artikel Kompas.id Kenaikan harga ini mencerminkan mahalnya biaya lahan dan ongkos konstruksi yang terus merangkak naik, yang mau tidak mau dibebankan kepada konsumen.
Bergeser ke Pinggiran dan Mengecil
Kenaikan harga rumah yang tidak sejalan dengan pertumbuhan pendapatan masyarakat melahirkan dua anomali krusial dalam pola konsumsi hunian.
Bagi first-time home buyer yang berorientasi pada keterjangkauan, pencarian rumah terpaksa bergeser jauh ke pinggiran kota penyangga Jakarta seperti Cisauk, Cikupa, Balaraja, dan Tenjo di Tangerang.
Baca Juga: Strategi Efisiensi, Widodo Makmur Unggas (WMUU) Raih Pendapatan Bersih Rp 505 miliar
"Meskipun harga yang dikeluarkan relatif sama dengan tahun-tahun sebelumnya, ukuran rumah yang ditawarkan cenderung mengecil," ujar Hendra kepada Kompas.com, Kamis (20/11/2025).
Ini adalah strategi developer untuk menjaga harga jual per unit tetap berada dalam jangkauan pasar, meski dengan mengorbankan luasan bangunan dan lahan.
Township yang dikembangkan jauh dari pusat kota hanya akan menarik minat jika menawarkan perencanaan yang matang dan harga terjangkau, dilengkapi fasilitas lengkap, ruang terbuka hijau, lingkungan bebas polusi, serta infrastruktur jalan dan transportasi umum yang memadai.
Perubahan Pola Membeli dan Menyewa
Kesenjangan harga yang semakin tak terjangkau bagi generasi mendatang memicu perubahan perilaku konsumsi yang bersifat struktural: beralih dari membeli ke menyewa.
Menyewa rumah atau apartemen di kawasan perkotaan Jakarta dianggap semakin praktis dan efisien, terutama bagi pekerja yang beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya.
Baca Juga: 39 Perusahaan Bidik Kemitraan dengan Pertamina Garap 2.500 Sumur Minyak Tua
Strategi menyewa memungkinkan mereka menghemat biaya transportasi dan waktu perjalanan, yang seringkali menjadi beban signifikan saat harus tinggal di pinggiran kota.
Jika tren ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi struktural pada harga lahan dan ongkos konstruksi, pasar properti Indonesia berisiko bergerak menuju model yang semakin terfragmentasi.
Hal ini memungkinkan segmen luxury kian makmur sementara segmen affordable semakin bergantung pada hunian sewa dan migrasi ke wilayah outer ring Jakarta.
Namun demikian, Hendra meyakini, keseimbangan pasar akan tetap terjaga dengan peningkatan pasokan kumulatif yang diperkirakan mencapai 10.000 unit hingga 11.000 unit, diimbangi oleh permintaan kumulatif yang juga meningkat menjadi 11.000 hingga 12.000 unit.
"Meskipun pasokan dan permintaan seimbang, tren kenaikan harga tetap tak terhindarkan," jelas Hendra kepada Kompas.com, Kamis (20/11/2025).
Baca Juga: DMMX Jadi Penyedia Platform Teknologi & Digital di Brightspot SuperMRKT 2025
Dua Kutub Strategi Pengembang
Struktur pasar properti saat ini didominasi oleh pengembang ternama dan berpengalaman yang memiliki cadangan lahan sejak lama, yang diperoleh sebelum tahun 1998.
Kepemilikan lahan yang luas ini memungkinkan mereka melakukan pengembangan skala township.
Namun demikian, strategi developer besar kini mengalami pergeseran. Township besar mulai beralih fokus dari pengembangan rumah segmen menengah dan menengah atas ke segmen mewah.
Baca Juga: Trakindo Lirik Peluang dari Bisnis Rental Alat Berat di Tengah Efisiensi Industri
Keputusan ini didorong oleh keinginan pengembang untuk meningkatkan citra dan prestise dari kawasan tersebut, meskipun pasar mewah cenderung merupakan pasar niche atau sangat terbatas.
Sementara, pengembang yang lebih baru, termasuk asing, kesulitan melakukan pengembangan skala besar karena mahalnya harga lahan.
Mereka terpaksa mengembangkan perumahan skala kecil atau memilih jalur kemitraan (joint venture) dengan developer yang lebih besar.
Selanjutnya: XL Smart Telecom Tebar Dividen Tunai, Potensi Yield Hampir 6%
Menarik Dibaca: XL Smart Telecom Tebar Dividen Tunai, Potensi Yield Hampir 6%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













