kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Properti sektor perbelanjaan dekati titik jenuh


Senin, 09 Maret 2015 / 20:18 WIB
Properti sektor perbelanjaan dekati titik jenuh
ILUSTRASI. Dua tentara Angkatan Darat Ukraina melepaskan drone mereka untuk uji terbang di dekat Bakhmut, Ukraina, 25 November 2022. REUTERS/Leah Millis


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Secara kasat mata, suplai pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta dan sekitarnya memang banyak. Hal ini berpotensi membuat bisnis di jenis properti itu bakal mengalami kejenuhan.

Sebagai salah satu pengembang yang memiliki properti pusat perbelanjaan, PT Summarecon Agung Tbk paham jika fenomena tersebut bisa terjadi. Semakin banyak suplai pusat perbelanjaan yang menawarkan konsep properti hampir sejenis membuat kunjungan konsumen menjadi terbatas.

"Makanya, kami perlu membedakan konsep yang benar-benar fresh dan strategi marketing yang berbeda sehingga bisa tetap menarik pengunjung," jelas Michael Yong, Corporate Secretary Summarecon kepada KONTAN, (9/9.

Pendapat tersebut sejalan dengan hasil riset Lamudi Indonesia. Managing Director Lamudi Indonesia, Karan Khetan menjelaskan, dengan tingkat okupansi mall secara keseluruhan memang tidak mencatat angka pertumbuhan yang tinggi. Tingkat okupasi mall di Jakarta hanya mengalami kenaikan 0.3% pada kuartal terakhir 2014.

Sementara, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, penjualan ritel di Jakarta menurun 9% secara year-on-year (yoy) antara Januari 2014-2015. Jika dibanding dengan kota lainnya, angka tersebut ketinggalan jauh.

Contoh, kota Bandung. Pada periode yang sama pertumbuhan penjualan ritelnya meroket 55%. Lalu, Manado dan Surabaya masing-masing tumbuh 9% dan 1%. Kota lain seperti Banjarmasin dan Makassar memang mengalami penurunan, tapi tidak setinggi Jakarta. Kedua kota tersebut hanya mengalami penurunan 5% dan 4%.

Karan bilang, perlu adanya keunikan tersendiri yang ditawarkan kepada konsumen sehingga tingkat kunjungan para pengunjung bisa dipertahankan. "Data itu juga menunjukkan, bisnis mall memiliki peluang lebih besar di luar kawasan selain Jakarta," imbuhnya.

Summarecon Agung tidak menampik adanya potensi titik kejenuhan bagi bisnis pengembangan pusat perbelanjaan. Pasalnya, dengan adanya pusat-pusat perbelanjaan baru maka persaingan bakal semakin ketat.

"Karena itu juga, diperlukan adanya unsur pembeda dan keunikan tersendiri bagi setiap mall sehingga bisa tetap menjaga tingkat kunjungannya. Caranya seperti apa, itu strategi perusahaan," ujar Michael.

Kondisi titik jenuh bisnis properti perbelanjaan hingga saat ini memang belum bisa dirasakan penuh dampaknya. Setidaknya, hingga saat ini tingkat kunjungan atau okupansi pusat perbelanjaan yang dimiliki pengembang, dalam hal ini Summarecon masih terjaga dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×