Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Compressed Natural Gas Indonesia (APCNG) melihat prospek niaga biogas cukup besar di Indonesia. Namun saat ini masih ada tantangan yang dihadapi yakni proses distribusinya.
Dewan Pembina Asosiasi Perusahaan Compressed Natural Gas Indonesia (APCNG), Robbi R. Sukardi menjelaskan, biogas yang sudah di-upgrade menjadi biomethane gas (CBG) secara fungsi dan manfaatnya sama dengan gas alam terkompresi (CNG).
Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini biogas dapat ditingkatkan komposisi menjadi mirip dengan gas alam yang dapat digunakan sebagai bahan bakar substitusi terhadap bahan bakar fosil.
“Dengan adanya biomethane gas (CBG) ini kami sebagai perusahaan atau pengusaha yang berniaga CNG jadi memiliki sumber lain selain gas alam, yaitu dari biogas,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (15/3).
Baca Juga: Biogas Resmi Jadi Bahan Bakar Lain, Segini Potensi Substitusi LNG, LPG, dan Solar
Secara umum, potensi biogas cukup bagus ke depannya. Indonesia memiliki kurang lebih 800 pabrik kelapa sawit (PKS), yang membawa potensi ketersediaan Biometan RNG atau bahan bakar pembangkit listrik sebesar 72 Juta Nm3/tahun atau setara dengan 2.400 MMSCF/tahun.
Adapun dari 800 PKS tersebut, ada 300 PKS yang skalanya besar secara ekonomis yang dapat memproduksi CBG untuk menggantikan bahan bakar solar sebanyak 10.000 liter perhari.
“Artinya potensi sumber-sumber gas di Indonesia sudah kami ketahui. Hanya tinggal kami sebagai APCNG mencari pangsa pasarnya. Ini yang masih terus dikaji dan perlu riset mendalam terkait lokasinya,” jelasnya.
Pasalnya saat ini menurut Robbi, salah satu tantangan terbesar dalam mendistribusi CBG adalah lokasi produsen biogas atau pabrik kelapa sawit yang berlokasi di area cenderung terpencil.
“Kami melihat masih akan ada kendala atau tantangan untuk distribusinya yang mana kemugkinan biaya distribusi perlu dikaji kembali karena lokasinya terlalu jauh dari konsumen. Pasti biaya distribusi akan mahal,” terangnya.
Robbi memberikan gambaran, jika produk CBG dibuat di Kalimantan dan akan didistribusikan ke Jawa tentu harganya bisa menjadi tidak ekonomis. Maka itu diperlukan cara lain untuk menyalurkannya, semisal produsen CBG bekerja sama dengan pemilik pipa gas. Nantinya gas diinjeksikan ke pipa dan didistribusi ke sejumlah wilayah, dengan begini penyalurannya lebih cepat dan efisien.
Namun, opsi mendisribusikan melalui pipa gas ini belum tersedia sehingga CBG masih disalurkan melalui jalur darat menggunakan truk.
APCNG mengusulkan, CBG ini bisa dimanfaatkan dahulu untuk transportasi internal perusahaan kelapa sawit dengan mensubstitusi penggunaan solar. Selain itu, CBG juga bisa digunakan sebagai bahan bakar genset atau pengganti LPG yang biasa digunakan karyawan di rumahnya.
“Jadi fokusnya lebih baik pada internal dahulu untuk bisa menggantikan bahan bakar yang mereka gunakan dari fosil menjadi biogas ini,” kata Robbi.
Baca Juga: Implementasi Biogas di 2022 Mencapai 47,72 Juta Meter Kubik
Adapun jika produksi CBG di suatu perusahaan sawit sudah melebihi dari kebutuhan internalnya, perusahaan tersebut bisa menjualnya ke perusahaan sawit lain yang ada di dekatnya.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo menjelaskan potensi pemanfaatan biometana secara nasional diperkirakan dapat menggantikan 402.309 meter kubik perj-jam (m3/h) atau 300 BBTUD (billion british thermal unit per day) LNG. Kemudian, bisa mensubstitusi 6.75 ton LPG/hari, dan 7.5 juta liter bahan bakar diesel per hari.
Adapun menurut hasil studi mengenai permintaan dan suplai biometana di 8 provinsi menunjukkan potensi pemanfaatan di sektor komersial dan industri yakni 105 industri, 608 hotel dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), 17 gas grid injection points, 200 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang tergabung dalam proyek dedieselisasi.
“Semua ini berpotensi memanfaatkan biometana ke depannya,” ujar Edi kepada Kontan.co.id, Selasa (14/3).
Total produksi biogas pada tahun 2022 mencapai angka 47,7 juta m³ dari 52,113 unit biogas yang ada di Indonesia. Dengan perincian 29 juta m³ berasal dari biogas rumah tangga/komunal, 1,18 juta m³ berasal dari industri non listrik, dan 15,19 juta m³ berasal dari industri listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News