Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
Proyek gasifikasi tersebut menjadi proyek strategis nasional (PSN) dan akan dilakukan selama 20 tahun dengan nilai investasi dari Air Products mencapai US$ 2,3 miliar atau setara US$ 32,9 triliun.
Menurut perkiraan, proyek gasifikasi ini diproyeksi mampu menyerap 6 juta ton batubara per tahun dan dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun. DME ini bisa mengurangi impor liquified petroleum gas (LPG) lebih dari 1 juta ton per tahun.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, pembangunan smelter menjadi peluang juga bagi PLN untuk berpartisipasi dalam memasok listrik ke smelter karena smelter membutuhkan listrik yang cukup besar. Ini akan membantu PLN dalam meningkatkan penjualan listrik mereka.
Di samping itu, hilirisasi sektor minerba, lanjut Mamit, merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar lagi lantaran mampu membawa efek multiplier effect yang sangat besar. Contoh multiplier effect itu di antara lain menambah penerimaan negara, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, serta mendongkrak industri penunjang kegiatan penambang dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“(Hilirisasi minerba) Bisa mengurangi impor dari produk hasil smelter sehingga bisa mengurangi CAD (current account deficit), termasuk hilirisasi batubara dengan harapan bisa mengurangi impor LPG,” imbuh Mamit saat dihubungi Kontan.co.id (16/3).
Baca Juga: Delta Dunia Makmur (DOID) Targetkan Pendapatan Capai US$ 1,5 Miliar di Tahun 2022
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai bahwa kegiatan penambangan dengan hanya menghasilkan dan menjual bahan mentah menurut Rizal seharusnya sudah menjadi masa lalu, sebab kegiatan tersebut hanya menghasilkan nilai ekonomis yang sangat kecil, serta tidak memberi nilai strategis dan vital dari kegiatan tersebut
Selain itu, Rizal juga menilai bahwa BUMN tambang seyogyanya bisa belajar dari pengalaman Vale Brazil. Rizal mencatat, Vale awalnya hanya perusahaan pertambangan bijih besi, yang melakukan kegiatan penambangan bijih besi di Itabira Brazil.
Namun sejalan waktu, kegiatan operasional Vale berkembang ke sektor hilir, dengan melakukan pengolahan bijih besi untuk menghasilkan aneka produk industri seperti rel kereta, kereta api dan kendaraan lainnya. Perusahaan BUMN milik Brazil itu, kata Rizal, kini menjadi perusahaan sektor pertambangan terbesar nomor 2 di dunia dan beroperasi di 30 negara di dunia.
“Jika ingin menjadi besar seperti Vale (Brazil), maka hilirisasi yang dilakukan Antam, Bukit Asam dan PT Timah harus digenjot sesegera mungkin, agar optimalisasi keuntungan dapat diperoleh, yang tentunya akan memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” tutur Rizal kepada Kontan.co.id (16/3).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News