Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Pratama Guitarra
"Sejauh ini belum ada penetapan WIUPK untuk wilayah eks PT AKT sehingga belum ada proses penawaran prioritas kepada BUMN dan/atau BUMD," kata Wafid saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (11/7).
Kata dia, untuk pemberian prioritas atas WIUPK eks AKT, pemerintah masih mempertimbangkan pemenuhan kewajiban aspek lingkungan dari PT AKT. Termasuk juga terkait pemindahan aset PT AKT sesuai ketentuan kontrak. Hal penting lainnya, tegas Wafid, kelanjutan proses hukum yang menyangkut AKT harus ada putusan final (inkracht) terlebih dulu.
Yang jelas, Wafid memastikan bahwa tidak ada lagi kegiatan operasional pertambangan di wilayah seluas 21.630 hektare (ha) yang berlokasi di Kabupaten Murung Raya Kalimantah Tengah itu. Sebab, sejak diterbitkannya Surat Keputusan (SK) pengakhiran Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), PT AKT tidak lagi memiliki hak untuk melakukan kegiatan pertambangan.
Baca Juga: Harga komoditas melemah, sejumlah emiten batubara masih pasang target optimistis
"Kegiatan PT AKT hanya terbatas pada pengamanan aset, inventory sesuai ketentuan kontrak dan pemenuhan kewajiban lingkungan," sebut Wafid.
Sedangkan mengenai jumlah potensi cadangan dan sumber daya yang masih tersisa, Wafid menyebut bahwa hal tersebut masih harus dikaji secara lebih detail. "Untuk menentukan sumber daya layak atau tidak, harus melalui kegiatan eksplorasi dan penyusunan studi kelayakan," imbuhnya.
Asal tahu saja, batubara yang diproduksi AKT masuk ke dalam jenis hard coking yang biasanya dijual dengan harga premium dengan biaya produksi yang relatif rendah. Batubara jenis ini biasanya digunakan dalam pembuatan coke atau kokas untuk industri pembuatan baja dan besi.
Baca Juga: Emiten kontraktor batubara masih pasang target optimistis
Namun, pada 19 Oktober 2017, kontrak PKP2B AKT diterminasi alias diakhiri melalui SK Menteri ESDMĀ Nomor 3714 K/30/MEM 2017. Keputusan itu diberikan setelah Kementerian ESDM melayangkan tiga kali teguran kepada AKT.
Pasalnya, induk usaha AKT yakni PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BLEM) menjaminkan AKT kepada Standard Chartered Bank tanpa mendapatkan persetujuan dari pemerintah. Kasus BLEM dan AKT ini makin pelik karena tersangkut juga kasus dugaan korupsi yang saat ini masih ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News