Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menyebutkan pengembangan hidrogen sebagai energi baru terbarukan memiliki potensi besar.
Salah satu upaya untuk mendorong peluang tersebut yakni dengan menyiapkan aturan mengenai insentif dan keringanan pajak yang dibutuhkan para pengembang untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau di tanah air.
"Kebijakan tersebut nantinya tercantum dalam RUU EBET yang saat ini masih dalam tahap evaluasi. Selain itu pemerintah juga tengah mengkaji strategi hidrogen nasional yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil," kata Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Andrian Feby Misna dalam keterangan tertulis, Kamis (20/6)
Ia menuturkan nantinya dalam regulasi hidrogen tersebut juga terdapat standar yang mengatur tax holiday, tax allowance, pajak, dan dasar regulasi perdagangan karbon.
Pada kesempatan yang sama President Director Pertamina Geothermal Energy, Julfi Hadi menuturkan bahwa selain insentif, keringanan pajak, subsidi harga, dan pendanaan juga menjadi poin penting yang harus disiapkan oleh pemerintah.
"Sejauh ini belum ada pedoman standarnya. Kami harap ke depan sudah ada aturan ekspor hidrogen, standar produksi dan transportasi, serta skema penyaluran listrik melalui transmisi nasional (power wheeling)," kata Julfi.
Senada, President Director Medco Power Indonesia, Eka Satria berharap ke depan pemerintah menciptakan regulasi yang mendukung industri berkelanjutan dan ekosistem hidrogen rendah karbon. "Dengan begitu bisa mendorong masuknya investasi asing," tuturnya.
Senior Adviser of Hydrogen Energy Center Indonesia Seno Adhi Damono menambahkan dengan berinvestasi dipengembangan hidrogen dapat mewujudkan masa depan yang lebih ramah lingkungan. "Pengembangan teknologi hidrogen dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil," tutur Seno.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, target produksi hidrogen mencapai 9,9 Mtpa (Juta ton per tahun) pada 2060. Angka tersebut untuk memenuhi kebutuhan sektor industri sebesar 3,9 Mtpa, transportasi (1,1 Mpta), kelistrikan (4,6 Mpta), dan jaringan gas rumah tangga (0,28 Mpta). "Selain di empat sektor tersebut hidrogen juga memiliki peluang menjadi komoditi ekspor," tambah Feby.
Deputi Menteri Koordinator Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kemenko Marves, Jodi Mahardi menambahkan bahwa Indonesia secara geografis dekat dengan negara-negara yang memiliki permintaan tinggi akan hidrogen bersih, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, yang bersama-sama mewakili pasar hidrogen sebesar ~4 juta ton per tahun.
Indonesia memiliki cadangan gas terbesar kedua di Asia Pasifik dan potensi penyimpanan CO2 terbesar ketiga di kawasan tersebut untuk hidrogen biru. Sementara itu, untuk hidrogen hijau, Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia dan potensi kapasitas tenaga surya lebih dari 200 GW.
"Sektor hidrogen menghadirkan peluang baru bagi Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya energinya yang melimpah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," jelas Jodi.
Seiring dengan upaya negara-negara untuk mencapai target net zero emission, permintaan hidrogen global diperkirakan akan meningkat lebih dari empat kali lipat antara tahun 2020 dan 2050. Pada tahun 2023, terdapat 1.418 proyek hidrogen bersih yang diumumkan secara global, dengan nilai investasi mencapai USD 570 miliar di seluruh rantai nilai hidrogen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News