kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ragam hambatan menghadang pengembangan sagu


Selasa, 17 Desember 2013 / 07:12 WIB
ILUSTRASI. Asam lambung


Reporter: Fitri Nur Arifenie, Maria Elga Ratri | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) mencatat, luas lahan sagu nasional yang dikelola secara semi kultiva atau semi budidaya mencapai 130.000 ha. Produktivitas tanamannya mencapai 10 sampai 15 ton per hektare (ha) per tahun. Potensi produksi sagu nasional berkisar antara 7,3 juta sampai 15 juta ton per tahun.


Haryono, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian mengatakan, tanaman sagu yang sudah dikelola secara semi kultiva, banyak dikembangkan di wilayah Sumatera. "Di Kabupaten Meranti, Riau sudah ada 63 kilang sagu," kata Haryono.
Selain sudah ada yang dikelola secara semi kultiva, ada juga kebun sagu yang masuk kriteria hutan (tidak dirawat). Meski tak memiliki catatan pasti, menurut Haryono, kebun sagu model ini banyak ditemukan di Maluku dan Papua. Potensinya bisa menghasilkan tepung sagu 5 ton sampai 10 ton per ha per tahun.


Pada tahun ini, Kemtan mencanangkan program untuk perluasan dan penataan tanaman sagu seluas 800 ha di Provinsi Papua. Misalnya, di wilayah Jayapura akan dilakukan penanaman sagu hingga 100 ha. Di wilayah ini juga diprogramkan penataan sagu seluas 300 ha. Sementara di wilayah lain, yaitu Keroom dan Asmat akan dilakukan penataan tanaman sagu seluas 400 ha.


Kegiatan perluasan tanaman sagu dilakukan pada areal-areal yang tanaman sagunya sudah tidak ada lagi. Sedangkan penataan tanaman sagu merupakan tindakan budidaya dan juga penyisipan tanaman sagu jenis unggul pada hamparan sagu yang sudah ada.
Kedua kegiatan ini bertujuan meningkatkan produksi dan produktivitas sagu di Papua. Untuk program ini dibutuhkan 98.000 bibit sagu. "Di Papua, lahan sagu kira-kira bisa mencapai 1,2 juta ha," kata Haryono.


Bambang Darmono, Kepala Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B) menjelaskan, Provinsi Papua menyimpan potensi untuk kebun sagu. Beberapa wilayah di Papua yang bisa ditanami sagu adalah Jayapura, Nabire, Asmat, Mimika, Memberamo Raya, Sorong, Sorong Selatan dan Teluk Bintuni.


Dalam pengembangan sagu ini, ada tiga pola pengelolaan, yakni dusun sagu, kebun sagu, dan hutan sagu. Dusun sagu, pengelolaannya melalui kelembagaan adat/masyarakat pemilik ulayat untuk menanam sagu. Sedangkan kebun sagu, pengelolaannya oleh kelompok tani melalui pembudidayaan sagu.


Nah untuk skala yang lebih besar adalah skala industri yang dikembangkan oleh UP4B. Perusahaan swasta ataupun plat merah berkesempatan memiliki lahan kebun sagu dalam skala luas untuk sumber bahan baku.


Selain PT Austindo Nusantara Jaya Tbk, ada beberapa perusahaan lain yang tertarik investasi sagu seperti PT Agrindo Indonesia Jaya di Kabupaten Membramo Raya, PT Ever Rise International di Nabire, PT Tunas Pangan Saguindo di Teluk Bintuni. "Bahkan PT Sampoerna Agro juga tertarik investasi sagu di Jayapura," kata Bambang.


Sayangnya, para kelompok industri ini sering terganjal dengan persoalan lahan, minimnya infrastruktur hingga konflik sosial. Solusinya, Bambang menawarkan pola kemitraan yang sama-sama menguntungkan antara masyarakat dengan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan pengelola masih bisa memanfaatkan lahan dengan sistem hak pakai untuk jangka waktu tertentu.


Selain membutuhkan peran aktif pemerintah pusat, untuk mewujudkan industrialisasi sagu juga dibutuhkan peran pemerintah daerah. Pemerintah daerah ini harus aktif membujuk masyarakatnya mensosialisasikan nilai keekonomian sagu. "Sagu yang mulanya hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan memiliki nilai tambah," kata Bambang. n

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×